Bandung, Beritainspiratif.com - Puasa bagi anak-anak pada dasarnya tidak wajib, meski demikian mengajari mereka sejak dini agar berpuasa terbiasa merupakan perbuatan sunnah Nabi dan para salaf shalih as sepanjang mereka mampu menjalankannya. Rasulullah saw bersabda:”
ى عَنِ الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذِ بْنِ عَفْرَاءَ قَالَتْ أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَتِمَّ رًا فَلْيُ بَحَ مُفْطِ انَ أَصْ قُرَى الأَنْصَارِ الَّتِي حَوْلَ الْمَدِينَةِ مَنْ آَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ وَمَنْ آَسْجِدِ ى الْمَ ذْهَبُ إِلَ هُ وَنَ اءَ اللَّ نْهُمْ إِنْ شَ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِفَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الإِفْطَارِ
Dari Rubayyi binti Muawidz berkata:” Di pagi Asyura’ Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan ke kampung-kampung Anshar :” Siapa yang pagi ini dalam keadaan puasa maka sempurnakanlah puasanya, dan barangsiapa yang pagi ini dalam keadaan tidak berpuasa, maka berpuasalah pada sisa hari ini. Dan kamipun melakukan puasa Asyura’. Sebagaimana kami menyuruh puasa anak-anak kecil kami, dan kami beserta putra-putra kami berangkat ke masjid dengan menjadikan mainan dari kapas buat mereka, jika ada salah seorang dari mereka menangis minta makanan, kami berikan mainan itu kepadanya sampai masuk waktu berbuka” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa melatih anak dalam berpuasa merupakan anjuran syara` yang tidak terbantah. Hadits tersebut di atas dalam konteks puasa sunnah yaitu puasa asyura`, bagaimana dengan puasa wajib seperti Ramadhan? Tentu Ramadhan memiliki tempat tersendiri bagi Rasulullah dan salaf saleh. Bila dalam puasa sunnah Rasulullah membenarkan adanya latihan puasa bagi anak-anak maka dalam puasa wajib tentu lebih prioritas. Itulah yang disebut dengan qiyas aulawi ( analogi prioritas).
Imam al-Bukhari memandang bahwa belajar puasa bagi anak yang belum baligh sudah mentradisi di kalangan penduduk Madinah dan ini merupakan dalil syara` tersendiri. Karenanya dengan sengaja beliau meletakkan judul pada pasal puasa “ bab puasa bagi anak-anak” Dalam khazanah fiqih Islam kita dapatkan bahwa mayoritas ulama memandang pentingnya pemberlakuan puasa bagi anak yang belum baligh meski tidak berstatus wajib, bahkan sebagian mereka seperti Ibnu Sirin, az-Zuhri, as-Syafii memandang sunnah dalam pembelajaran tersebut dengan catatan hal tersebut mampu dilakukannya secara normal, bahkan Ibnu Majisyun al-Maliki memandang agak berbeda dari para ulama maliki yang lain bahwa anak yang telah mampu berpuasa maka puasa baginya adalah keharusan dan jika meninggalkannya tanpa udzur maka harus membayarnya ( qadha). (lihat Fathul Bari; Ibnu Hajar al-Asqalani: 5/103).
(Kaka)
Sumber: Dakwatuna.com
Ilustrasi: Vebma.com