Kudus, Beritainspiratif.com - Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mendorong santri menjadi pengusaha. Sejarah pesantren di Indonesia diwarnai dengan kemandirian ekonomi sehingga mampu melawan penjajahan yang diboncengi dengan kekuatan kapitalisme.
“Kemandirian ekonomi membuat seseorang terhormat, dan itu yang menyebabkan para kiai di daerah-daerah di Indonesia sangat dihormati,” kata Deputi Pengembangan Pemuda Kemenpora Asrorun Ni’am Sholeh saat menghadiri Lokakarya Dukungan Program Pengembangan Kewirausahaan Pemuda di Pesantren Preneur yang berlangsung di Kudus, Jawa Tengah, pada Selasa (24/7/2018).
Ni’am yang juga menjabat sebagai Katib Syur’iyah PBNU mencontohkan sejarah Nahdhatul Ulama (NU) adalah sejarah enterpreneurship. Dikatakannya, sebelum NU dibentuk, organisasi yang didirikan adalah Nahdhatut Tujjar.
“Nahdhatut Tujjar didirikan oleh Abdul Wahab Hasbullah pada 1912 yang saat itu berprofesi sebagai pedagang gula di Tambak Beras, Jombang,” katanya.
Mantan Ketua KPAI ini menjelaskan penghambaan yang benar adalah penghambaan kepada dzat yang Maha Memberi yakni Allah SWT. Dengan mandiri secara ekonomi, maka seseorang akan jauh dari penghambaan selain Allah SWT.
“Kita lihat sejarahnya , organisasi Islam terbesar di Indonesia adalah NU. Khittah kelahiran NU bukan dari perkumpulan keilmuan, tetapi perkumpulan pedagang. Muhammadiyah pun demikian, Kiai Ahmad Dahlan adalah pedagang batik yang memiliki komitmen keislaman tinggi,” tukasnya dikutip laman Suara Islam.
Ni’am mengungkapkan alasan pesantren bertahan sejak dulu, karena faktor kemandirian dari intervensi ekonomi. Menurutnya, pesantren tidak menggantungkan keberadaannya dari suplai logistik dari Pemerintah.
“Sampai saat ini, cukup banyak pesantren di daerah yang menolak bantuan Pemerintah, karena khawatir adanya driving dan mempengaruhi independensi pesantren,” jelasnya.
Dengan sejarah NU yang demikian, kata Ni’am, maka Kemenpora ingin mendorong para santri mengembangkan relijiupreuner yang intinya adalah enterpreneur berbasis pada ilmu yang dimiliki oleh kaum santri itu sendiri, yakni ilmu agama.
“Mendesain satu kelompok keagamaan yang secara profesional dicari oleh masyarakat perkotaan dengan di dalamnya ada konsep-konsep ekonomi. Sekarang istilah nya bukan lagi guru ngaji, tapi konsultan keagamaan,” katanya sambil tersenyum.
(Kaka)