Jakarta, Beritainspiratif.com - Bank Indonesia (BI) mengumumkan, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal kedua tahun ini mengalami defisit sebesar US$ 4,3 miliar. Jumlahnya membengkak dibandingkan kuartal I 2018 yang sebesar US$ 3,9 miliar, bahkan yang terburuk dalam tiga tahun terakhir.
NPI menunjukkan transaksi antara penduduk Indonesia dan penduduk negara lain dalam jangka waktu tertentu. Di dalamnya terdiri dari neraca transaksi berjalan (perdagangan barang dan jasa) serta neraca transaksi modal dan finansial. Defisit NPI mengindikasikan terdapat ketidakseimbangan di antara pasokan dan permintaan valuta asing. Alhasil, nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar AS.
Kepala Departemen Statistik BI Yati Kurniati menjelaskan, pemburukan neraca pembayaran saat ini disebabkan defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit / CAD) membengkak. Hal ini terimbas dari bertambahnya defisit perdagangan minyak dan gas bumi (migas).
“Defisit CAD itu dipengaruhi oleh turunnya surplus perdagangan nonmigas sedangkan defisit neraca perdagangan migas naik,” kata Yati, Jakarta, Jumat (10/8/2018) dikutip Swamedium.com.
Defisit neraca transaksi berjalan tercatat US$ 8 miliar atau setara dengan 3% Produk Domestik Bruto (PDB). Ini merupakan defisit transaksi berjalan terhadap PDB terbesar sejak tahun 2014 yang mencapai 3,1%. Setelah tahun 2014 angka defisitnya melandai dan baru melejit naik lagi sejak kuartal IV 2017 yang sebesar 2,3%.
Membengkaknya defisit transaksi berjalan pada kuartal II 2018 tersebut dipengaruhi transaksi perdagangan nonmigas hanya surplus US$ 3 miliar atau lebih rendah ketimbang triwulan pertama US$ 4,7 miliar. Penyebabnya, impor nonmigas naik terutama untuk jenis barang modal dan bahan baku.
Sementara itu, neraca perdagangan migas defisit US$ 2,7 miliar, angka ini lebih buruk dibandingkan dengan defisit pada triwulan pertama sebesar US$ 2,4 miliar. Penyebabnya adalah kenaikan harga minyak di pasar global sejalan dengan konsumsinya yang sedang tinggi.
(Kaka)
Ilustrasi: infobanknews.com