Bandung, Beritainspiratif.com - Islamophobia yang menjangkiti Amerika dan Eropa rupanya merambah ke tanah air dengan sangat halus bak debu. Hal ini sangat mengherankan mengingatkan Indonesia berstatus sebagai negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Tentu hal ganjil ketika di dalam komunitas Islam, terjadi ketakutan akan Islam itu sendiri.

Pandangan negatif tentang Islam dan muslimin di negeri ini sangat terasa ketika muslimin yang membela agamanya dianggap fundamental. Pun ormas Islam yang menyuarakan dakwah dianggap radikal.

Tak sedikit pula sebutan anti NKRI disematkan kepada beberapa tokoh Islam. Segala prasangka tersebut membuat islamophobia merasuki Indonesia tak peduli fakta bahwa negeri ini didiami mayoritas muslim.

Kecemasan dan tuduhan negatif akan Islam sebetulnya telah mulai sejak peristiwa bom Bali pada tahun 2002 silam. Sejak itu rentetan penangkapan tersangka yang semuanya berpenampilan muslim membuat masyarakat Indonesia mulai was-was dengan pria berjenggot lebat dan bergamis panjang. Pun dengan wanita bercadar dan berjubah hitam.

Belum lagi adanya pihak aparat yang tak setuju aktivitas salah satu ormas Islam dalam aksi sweeping tempat hiburan di Jakarta setiap bulan puasa. Ormas Islam ini kemudian dianggap sebagai lawan dan bukan kawan dalam mengatasi penyakit masyarakat. Kecemasan makin menjadi ketika tokoh muslim mulai memasuki jabatan pemerintahan tertinggi dari walikota, gubernur hingga ketua MPR.

Moordiningsih dalam artikelnya “Islamophobia dan Strategi Mengatasinya” (Buletin Psikologi, Desember 2004) menuturkan, segala kecemasan ataupun ketakutan akan Islam dan muslimin bermula dari pandangan tertutup dan lebih mendahulukan prasangka. Beragam stereotip negatif muncul dan membuat banyak orang tak memandang Islam secara terbuka.

“Mengapa orang benci atau takut kepada komunitas Islam? Sebuah jawaban sederhana yang dapat menjelaskan mengapa orang membenci pihak lain adalah perasaan kalah dan tidak mengetahui bagaimana cara untuk menang,” tulis Moordiningsih seperti dikutip Muslimahdaily.

Fenomena Islamophobia di Indonesia, lanjutnya, mirip dengan sejarah Rasulullah ketika pertama kali datang mendakwahkan Islam. Saat itu ketakutan muncul di kalangan kaum Quraisy karena mereka khawatir munculnya kekuatan baru yang akan berkuasa.

Mereka pun akhirnya menentang Rasulullah dan menghalangi segala penyebaran agama Islam. Ketakutan yang mirip pun terjadi di Indonesia saat ini dengan adanya kekhawatiran bahwa Islam akan menjadi kekuatan baru yang menggantikan nilai-nilai lama masyarakat Indonesia.

Padahal seorang yang mempelajari Islam dengan baik pastilah tahu betul bahwa agama ini datang sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam. Aturan Islam selalu mengajarkan perdamaian dan keadilan. Namun pelajaran mendasar ini rupanya minim diketahui masyarakat muslim di Indonesia. Tak heran jika kemudian mereka mudah terpedaya akan isu aksi terorisme dan radikalisme yang mengatasnamakan Islam.

Lalu apakah Islamophobia di Indonesia ini muncul dari kalangan non-Islam? Jawabannya kembali ke fakta bahwa negeri ini merupakan negeri mayoritas muslim yang hampir 90 persen penduduknya beragama Islam. Ustadz Adnin Armas pernah menyampaikan dalam salah satu ceramahnya bahwa islamophobia di Indonesia justru muncul dengan adanya gelombang ketakutan saat melihat saudara sesama muslim yang ingin membela agama.

"Padahal jika umat Islam lemah, hal itu akan berdampak pada kemanusiaan secara umum. Karena Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Sebaliknya, kemajuan Islam tidak hanya mempengaruhi umat Islam, tetapi juga peradaban dan agama lain. Kemajuan umat Islam telah menjadi anugerah bagi agama dan peradaban lain,” ujarnya dikutip dari Republika online.

Sebagai solusi islamophobia, Moordiningsih mengatakan perlunya membangun pandangan yang terbuka terhadap Islam. Sebaliknya, pandangan yang tertutup perlu diminimalisir. “Tentu saja hal ini tidak semudah membalikkan telapak tangan bila pandangan yang tertutup telah diinternalisasi oleh sebagian anggota masyarakat,” pungkasnya.

Oleh karena itu, yuk mulai dari diri sendiri, perlu upaya membuka pandangan tentang Islam dengan cara terus mempelajari agama ini. Jangan mudah hanyut pada pendapat seseorang yang menyudutkan muslimin dengan beragam prasangka.

Tepis segala isu dan stereotip dengan ilmu agama. Jika sudah melakukannya dari pribadi, maka lanjut menebarkan aksi ini ke orang sekitar. Indonesia sebagai penyumbang 11 persen muslim dunia sudah semestinya muncul sebagai pengobat islamophobia, bukan justru turut terjangkitinya.

(Kaka)