Jakarta, Beritainspiratif.com – Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek yang hadir pada Forum Riset Life Science Nasional di Jakarta, Kamis, (13/9/2018) meluncurkan prototipe Kit HBsAg dan prototype kit anti HbsAg, yang ditandai dengan penyerahan Kit dari Iriawati, Wakil Dekan Bidang sumber Daya, Sekolah Tinggi Ilmu Hayati, ITB kepada M. Rahman Roestan, Direktur Utama Bio Farma, dengan disaksikan oleh Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek.
Dalam rilis yang diterima Beritainspiratif.com, Kamis, (13/9/2018), acara tersebut dibuka oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI M. Natsir dan dihadiri pula oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional BAPPENAS, Subandi, dan Neni Nurainy, Peneliti Senior Bio Farma yang juga Koordinator Konsorsium Hepatitis B.
Dalam kesempatan tersebut, M. Rahman Roestan, Direktur Utama Bio Farma menyampaikan bahwa "Bio Farma mengapresiasi hasil penelitian dari konsorsium Hepatitis B, untuk selanjutnya dilakukan hilirisasi dan komersialisasi"
"kami akan melakukan scaling up produk, persiapan fasilitas produksi, registrasi dan persiapan ke market. Industri butuh waktu sekitar 2 tahun, selanjutnya baru bisa dipasarkan," ujar Rahman
Sementara itu, Neni Nurainy, Peneliti senior Bio Farma yang juga Koordinator Konsorsium Hepatitis B menambahkan bahwa "Alat ini memiliki keunggulan dibandingkan kit diagnostik tipe screening yang ada di pasaran, yaitu mampu mendeteksi virus secara kuantitatif, sehingga hasil diagnosis yang didapat lebih akurat dalam menggambarkan kondisi pasien yang diperiksa dibandingkan dengan kit screening yang hanya memberikan hasil positif dan negatif".
Sri Mulyani, Menteri Keuangan yang juga hadir memberikan keynote speech dalam konteks gambaran besar perekonomian dan bagaimana dukungan negara dalam menentukan riset, mengapresiasi industri yang turut serta berkontribusi dalam ekspor dan menyeimbangkan kestabilan pertumbuhan ekonomi seperti Bio Farma.
Lebih lanjut Menkeu menyampaikan bahwa "penelitian dasar atau hilirasi mana yang lebih penting, insentif tax deduction untuk sektor swasta yang melakukan investasi dalam pendanaan riset: serta anggaran penelitian yang sudah besar agar dapat difokuskan dan jelas prioritasnya".
Disisi lain, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional BAPPENAS, Subandi, memaparkan tentang Visi Indonesia 2045, kesinambungan Iptek dan Inovasi Life Science.
Sedangkan, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI M. Natsir yang membuka acara ini, mengatakan Bio Farma sebagai industri, bertugas untuk mengimplementasikan hasil dari riset – riset dasar yang dikerjakan oleh lembaga penelitian atau univeritas yang tergabung dalam konsorsium.
“Bio Farma sebagai industri, jika melakukan riset dasar, akan memerlukan waktu yang lama dan biaya yang cukup besar, dengan demikian riset dasar dapat dilakukan oleh universitas yang berada di bawah Kemenristek Dikti, sehingga tugas Bio Farma sebagai industri tinggal hilirisasi dari hasil penelitian dasar”, ujar Natsir.
Dengan Forum riset diharapkan para periset dapat menyesuaikan dengan standar industri, bahan baku yang non animal origin, dengan proses uji yang dapat divalidasi.
Vaksin halal menjadi perhatian dari para riset ini menjadi momentum yang sangat baik untuk melakukan percepatan.
Output dari pertemuan ini berupa publikasi, paten, produk Life Science yang akan berpengaruh secara makro pada bidang iptek, ekonomi dan kesehatan Indonesia secara keseluruhan. (Yanis)