Jakarta, Beritainspiratif.com – Salah satu gelar pahlawan nasional yang diberikan kepada 6 tokoh Indonesia yang berlangsung di Istana Negara, Jakarta, Kamis (8/11/2018) adalah Hj. Andi Depu, gelar tersebut diberikan atas dasar dedikasi dan loyalitasnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Di masa penjajahan Ibu Agung Andi Depu Maraqdia Balanipa kerap menggerakkan semangat para pemuda-pemudi untuk melawan penjajahan. Ia pun dikenal sebagai Sang Ibu Agung atau Paung Depu.
Dilansir dari laman Wikipedia Indonesia, Andi Depu lahir di Tinambung, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, pada Agustus 1907. Ia merupakan putri Raja ke-50 Kerajaan Balanipa di Mandar, Laqju Kanna Idoro. Andi Depu muda hanya bersekolah hingga tingkat Volkschool (sekolah rakyat atau desa).
Pada 1923, Andi Depu menikah dengan seorang bangsawan bernama Andi Baso Pabiseang. Pada 1939, Andi Depu diangkat menjadi Raja ke-51 Kerajaan Balanipa. Dengan statusnya itu, ia gigih melawan dan mengusir penjajahan Belanda dari tanah Mandar.
Demi mempertahankan kemerdekaan dari tangan Belanda, Andi Depu rela meninggalkan kerajaan dan turun bersama rakyat melawan Belanda. Namun, sayangnya upaya Andi Depu ini ditentang oleh suaminya hingga berujung perceraian.
Belanda menganggap Andi Depu sebagai musuh besar di Sulawesi Barat. Hal ini terbukti Belanda susah menaklukkan Mandar dan daerah kekuasaan Kerajaan Balanipa.
Kisah Andi Depu dikenal masyarakat Sulawesi Barat saat menolak untuk menurunkan Bendera Merah Putih di halaman rumahnya. Atas aksinya itu, ia nyaris ditebas oleh tentara Netherlands-Indies Civil Administration (NICA).
Dalam buku ''Puang & Daeng: Sistem Nilai Budaya Orang Balanipa-Mandar'' dijelaskan tentara NICA memaksa rakyat untuk menurunkan bendera Merah Putih. Namun, Andi Depu menolaknya. Tentara NICA kemudian mengancam akan menebang tiang bendera jika Andi Depu tak segera menurunkan bendera Merah Putih.
Tak gentar dengan gertakan tentara NICA itu, Andi Depu yang mengenakan sarung dan kebaya sederhana langsung berlari dan memeluk tiang bendera. Dengan pekikan takbir, Andi Depu berteriak ke tentara NICA untuk menjauhi bendera Merah Putih.
"Kalau kalian berani, tebaslah tiang bendera ini bersama dengan tubuh saya," hardiknya.
Teriakan itu kemudian didengar oleh rakyat. Rakyat yang kebanyakan kaum wanita dan anak-anak kemudian ikut mengelilingi tiang bendera itu. Akhirnya tentara NICA mengurungkan niat mereka untuk menurunkan paksa bendera Merah Putih.
Perjuangan Andi Depu semakin besar saat penjajahan Jepang. Pada 1944, Andi Depu mendirikan Fujinkai di Mandar sebagai wadah bagi perempuan untuk memupuk rasa juang merebut kemerdekaan seperti yang dijanjikan penjajahan Jepang. (Yanis)