Jakarta, Beritainspiratif.com – Dalam rangka mengidentifikasi penyebab tsunami Selat Sunda dan untuk menghindari berbagai macam spekulasi, Menko Luhut telah mengkoordinasikan para ahli untuk bekerja dalam satu tim.
“Bahwa ini bukan tsunami karena gempa vulkanik tapi karena longsor seluas 64 hektar dari gunung anak Krakatau,” jelas Menko Luhut mengenai teori awal yang disimpulkan oleh tim yang sudah mulai bekerja sejak hari Minggu (23/12/2018).
Koordinasi dilaksanakan dengan melibatkan para ahli dari berbagai instansi seperti BPPT, LIPI, BMKG, BIG, LAPAN, Pushidros TNI-AL dan Kementerian ESDM. Analisa sementara para ahli mengarah pada terjadinya flank collapse/ longsoran anak gunung Krakatau, yaitu adanya material yang lepas dalam jumlah banyak di lereng terjal yang dipicu oleh tremor dan curah hujan tinggi. Sumber data analisa berupa seismogaf, tide gauge, citra satelit, dan data interferometri 64 hektar.
Untuk membuktikan kebenaran teori tersebut, tim akan melakukan survei geologi kelautan dan bathymetri di komplek Gunung Krakatau setelah situasi dirasa aman dan memungkinkan.
“Sekarang mau kita bikin kapal mau ke lihat sana belum bisa kan karena cuaca masih jelek, mungkin (dapat diberangkatkan) setelah tanggal 25 Desember, mungkin 27 atau 28, pakai Kapal Baruna Jaya untuk lihat lagi peta di bawah lautnya,” jelas Menko Luhut dalam keterangannya hari ini, Senin (24/12/2018).
Selain survei laut, tindak lanjut tim tersebut antara lain akan dilakukan konfirmasi citra satelit resolusi tinggi oleh LAPAN, survei udara oleh BPPT, data GPS dan PASUT oleh BMKG, BIG, Pushidros TNI-AL, serta melibatkan industri di kawasan.
Solusi Terintegrasi
Khusus mengenai solusi jangka panjang dalam menghadapi bencana alam, pemerintah sedang merancang kebijakan yang lebih terintegrasi dan holistik di bawah koordinasi Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman.
“Kemarin kami, BMKG, Basarnas, BNPB sudah rapatlah bersama semua (instansi terkait) untuk menyusun Perpres terpadu,” terang Menko Luhut yang menargetkan untuk menyelesaikannya pada Januari 2019.
“Kita sudah masuk finalisasi, nanti minggu pertama atau kedua Januari 2019 kita akan duduk lagi nanti antara semua instansi-instansi terkait biar tuntas. Setelah itu akan dibawa ke Ratas (Rapat Kabinet Terbatas yang diimpin oleh Presiden Jokowi-red),” ungkap Menko Luhut sembari menjelaskan mengenai rencana peningkatan teknologi alat deteksi dini tsunami yang menjadi salah satu bagiannya.
“Rencananya sudah ada, kemarin kita sudah sepakat dengan Bappenas, kita rapat hari Jumat lalu. Mestinya 2019 sudah bisa dijalankan,” jelas Menko Luhut yang menyampaikan bahwa teknologi BPPT akan digunakan dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan terkini.
“(Alat rancangan) BPPT bagus kok. Kita aja yang selama ini tidak pernah pakai. Kita buat di sini. Boleh kita impor dulu (jika ada yang lebih canggih) tapi nanti harus transfer teknologi,” ungkap Menko Luhut mengenai keinginannya agar Indonesia dapat memproduksi sendiri peralatan tersebut nantinya.
“Nanti kita lihatlah, bisa kita pakai APBN bisa kita pakai juga tawaran dari World Bank dengan Asian Development Bank, kita lihat mana yang paling baik,” lanjut Menko Luhut menjelaskan tentang sumber pendanaannya dan tawaran bantuan dari pihak lain.
“Setelah itu, masyarakat jangan merusak itu,” imbuh Menko Luhut yang mengharapakan ada kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat untuk bersama-sama berkontribusi untuk mencegah dan menangani bencana di Indonesia.
(Yones)