Bandung, Beritainspiratif.com - Indonesia dikenal sebagai salah satu produsen terbesar crude palm oil (minyak sawit mentah) di dunia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2017 menyebutkan Indonesia memiliki lahan sawit seluas 12,3 juta hektar dengan hasil minyak sawit mentah sekitar 34,4 juta ton.
Pemanfaatan minyak kelapa sawit dalam bidang pangan telah mengakar dalam kehidupan manusia sehari-hari, seperti untuk kebutuhan minyak goreng, bahan makanan, margarin, dan lain-lain. Dalam prosesnya, minyak sawit mentah harus disuling terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan lebih lanjut. Proses penyulingan akan menghasilkan refined palm oil sebagai hasil utama dan Palm Fatty Acid Distillate atau PFAD sebagai hasil samping yang belum banyak dimanfaatkan. Hal inilah yang mendorong Dr. Ir. Lienda Aliwarga Handojo, M. Eng., untuk meneliti lebih dalam mengenai pemanfaatan PFAD sehingga dapat memiliki nilai tambah.
Dr. Lienda merupakan dosen pada Program Studi Teknik Kimia, Institut Teknologi Bandung yang telah menjalani pekerjaannya sejak tahun 1979. Di tengah kesibukannya mengajar, ia melakukan riset mengenai pemanfaatan lemak kalsium sebagai suplemen pakan ternak.
“Saya beserta tim, Dr. Antonius Indarto dan Dr. Dian Shofinita tengah meneliti mengenai pengembangan teknologi produksi suplemen pakan ternak dengan menggunakan bahan baku hasil samping penyulingan minyak kelapa sawit. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah serta produk yang dihasilkan bermanfaat bagi para peternak,untuk meningkatkan produksi susu sapi mereka” papar Dr. Lienda.
Penelitiannya sudah dimulai sejak tahun 2016 ketika Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengadakan seleksi pendanaan untuk penelitian dan pengembangan sawit. “Pada saat itu kami mengajukan proposal dan penelitian ini termasuk yang terpilih untuk didanai,” tuturnya.
Pembuatan lemak kalsium dari PFAD ini melibatkan perubahan fasa yang kompleks. Mulai dari fasa padat, berubah menjadi cair yang berbentuk suspensi pekat karena adanya pemanasan dan penambahan padatan kalsium, selanjutnya mengembang dengan cepat hingga volume mencapai enam kali semula, lalu tiba-tiba memadat kembali. Lienda mengatakan bahwa diperlukan teknik reaksi dan desain reaktor yang khusus agar reaksi yang eksoterm ini dapat menghasilkan produk dengan komposisi yang diinginkan. “Penambahan kalsium tersebut bertujuan agar lemak yang diberikan sebagai suplemen tidak mengganggu pencernaan hewan ternak,” jelas Ketua Kelompok Keahlian Teknologi Pengolahan Biomassa dan Pangan -Teknik Kimia ITB ini.
Lemak kalsium hasil penelitian Lienda dan tim ini juga telah diuji secara in-vitro dan in-vivo yang langsung ke hewan ternak. Pengujian in-vivo dilakukan di peternakan sapi Lembang, yang merupakan sentra susu di Jawa barat. Hasil yang baik ditunjukkan pada kedua pengujian tersebut. “Uji in-vitro yang meliputi segi kecernaan bahan pangan, bahan organik, kandungan ammonia, dan volatile fatty acid memperlihatkan produk kami lebih unggul daripada suplemen komersial,” ungkapnya.
“Begitu pula uji in-vivo menunjukkan produksi susu sapi yang diberi lemak kalsium hasil penelitian lebih tinggi 16% dibandingkan sapi yang tidak diberi suplemen dan lebih tinggi 4% jika dibandingkan dengan suplemen komersial. Sapi yang diberi lemak kalsium secara fisik lebih sehat dan lebih fertile karena setelah melahirkan biasanya sapi perah cenderung mengalami penurunan kesehatan dan pengeroposan tulang akibat ekskresi susu yang terus menerus tanpa diimbangi dengan asupan yang sesuai ” jelasnya yang dilansir laman resmi ITB.
Kerja keras Lienda dan tim membuahkan hasil yang manis karena telah memperoleh tiga paten sekaligus. “Tiga paten yaitu paten proses, alat, dan komposisi telah dibuat terkait dengan produksi suplemen lemak kalsium ini. Saat ini kami tengah mengurus segala kelengkapan untuk bekerjasama dengan calon investor dalam memproduksi lemak kalsium sehingga produk tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas susu sapi perah di Indonesia. Hal ini sejalan dengan yang dicanangkan oleh Kemenperin, yaitu ingin meningkatkan produksi susu lokal yang pada tahun 2017 hanya dapat memenuhi 23% kebutuhan domestik menjadi 60% pada tahun 2025 ” tutur Lienda.
Atas penelitian ini juga Lienda menjadi salah satu dari 12 dosen Penerima Penghargaan Bidang Karya dan Inovasi pada peringatan Dies Natalis ke-60 ITB. Tak berpuas diri, Lienda merencanakan untuk terus mengembangkan hasil penelitiannya. “Kedepannya kami akan meneliti juga suplemen unggas yang akan berguna untuk para peternak unggas di Indonesia,” pungkasnya.
(Yanis)