Jakarta, Beritainspiratif.com - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Kemaritiman) menandatangani perjanjian pembiayaan dengan Badan PBB untuk Pembangunan (UNDP) di Jakarta, Selasa (16/7/2019).
Secara resmi, pembiayaan yang diinisiasi oleh Pemerintah RI ini, perjanjiannya ditandatangani oleh Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Purbaya Yudhi Sadewa dan Resident Representative UNDP untuk Indonesia Christophe Bahuet serta disaksikan oleh Menko Bidang Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan dan Menlu Retno Marsudi.
“Pendanaan ini akan memperkuat berbagai proyek menyangkut perubahan iklim, perlindungan laut dan memberi dukungan bagi aksi nyata untuk menciptakan solusi keuangan inovatif untuk negara-negara kepulauan, terutama yang kecil dan rentan,” ujar Menko Luhut dalam sambutannya.
Hal ini merupakan bagian dari komitmen Pemerintah RI untuk berkontribusi dalam penanganan dampak perubahan iklim yang diumumkan sejak pertemuan Tingkat Menteri Forum AIS di Manado, November tahun lalu.
“Pendanaan 1 juta dollar dari pemerintah ini dan UNDP akan top up akan digunakan agar sekretariat Forum AIS bisa segera berjalan," ujar Menko Luhut usai penandatanganan MoU.
Berdasarkan perjanjian tersebut, Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan UNDP menyalurkan USD 1 juta untuk Forum AIS yang tujuannya menciptakan mekanisme pembiayaan inovatif untuk aksi iklim dan lautan secara berkelanjutan.
Sementara itu, tentang pemanfaatan dana USD 1 juta dollar, kepada media Menko Luhut menyebutkan akan digunakan untuk mendanai berbagai proyek menyangkut perubahan iklim, perlindungan laut dan memberi dukungan bagi aksi nyata untuk menciptakan solusi keuangan inovatif untuk negara-negara kepulauan, terutama yang kecil dan rentan.
"Pendanaan ini juga bertujuan untuk meningkatkan penggunaan sumber daya laut secara berkelanjutan,” ujar Menko Luhut.
Lebih jauh, Menko Luhut mengatakan bahwa pemanasan global telah mengakibatkan naiknya permukaan laut yang menjadi ancaman bagi negara kepulauan dan negara pulau, terutama yang kecil. Sebagai negara kunci yang mendukung adaptasi perubahan iklim, Indonesia menurutnya juga siap untuk berbagi keahliannya dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, manajemen bencana, restorasi mangrove dan terumbu karang.
"Ada negara pulau yang jumlah penduduknya berkisar antara 10 ribu hingga 200 ribu, dan kita ingin berkontribusi untuk mitigasi dampak perubahan iklim misalnya dengan memberikan pelatihan pelatihan SDM yang sebenarnya sudah kita lakukan tapi sekarang kita formalkan," bebernya.
Sebagai informasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman telah menginisiasi dibentuknya forum Archipelagic and Island States (AIS) pada tahun 2017. Dan pada Bulan November 2018, forum tersebut resmi berdiri. Kini telah ada 49 negara yang bergabung didalamnya.
Forum AIS yang dimulai pada tahun lalu menyediakan platform bagi anggotanya untuk terlibat dan berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan, seperti sektor swasta, masyarakat sipil, dan akademisi. Pada inisiatif ini difokuskan pada perubahan iklim serta perlindungan laut.
Pada kesempatan yang sama, Christophe Bahuet menyatakan bahw lautan berkelanjutan adalah faktor penting bagi perjuangan manusia untuk melawan krisis iklim. "Laut yang sehat dan tidak tercemar akan menjadi sumber kehidupan dan mata pencaharian yang baik bagi banyak komunitas di berbagai belahan dunia,” tukasnya. Bahuet pun menyatakan rasa terima kasihnya karena Pemerintah Indonesia telah bersedia menjadi negara yang pertama kali merealisasikan komitmennya untuk membiayai Forum AIS.
Negara-negara yang tergabung dalam Forum AIS antara lain Kuba, Pulau Comoro, Siprus, Fiji, Guinea-Bissau, Indonesia, Jamaika, Madagaskar, Selandia Baru, Papua Nugini, Saint Kitts dan Nevis, Sri Lanka, Seychelles, Singapura, KepulauanSolomon, Suriname, dan Timor Leste. (Yones)