Bandung, Beritainspiratif.com - Indonesia menjadi tuan rumah dalam Forum Global Public Health (FGPH) 2020, yang akan diselenggarakan secara virtual, pada 2 Juni 2020 mendatang.
Pertemuan virtual FPGH akan dihadiri sekitar 200 delegasi. Diharapkan sejumlah pimpinan Organisasi Internasional, think-tank dan Lembaga Swadaya Masyarakat Global, berpartisipasi pada Pertemuan Retreat tersebut.
FGPH tahun 2020 mengambil tema Affordable Health Care for All, dengan agenda yang akan diusung adalah memastikan adanya suatu sistem kesehatan yang tangguh, melalui pelayanan kesehatan yang terjangkau serta berkualitas.
"Dan hal yang terpenting adalah pemerataan pelayanan kesehatan, untuk semua lapisan masyarakat, khususnya untuk obat-obatan," kata Direktur Sosial & Budaya Organisasi Internasional Negara Berkembang Kemenlu RI, Kamapradipta Isnomo dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (29/5/2020).
Kamapradipta mengatakan adanya pandemi Covid-19 ini, menunjukan salah satu bukti nyata pentingnya isu kesehatan global, bahwa isu kesehatan merupakan isu bersama (public good), bersifat lintas sektoral dan melewati lintas batas negara.
Dengan latar belakang tersebut, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, bersama dengan enam Menteri Luar Negeri Brazil, Afrika Selatan, Norwegia, Perancis, Senegal dan Thailand, berinisiatif untuk mendorong pembahasan isu kesehatan global dalam kerangka kebijakan luar negeri dalam suatu forum yang bernama Foreign Policy and Global Health (FPGH).
“Inti dari pertemuan FGPH tahun 2020 ini akan membahas tantangan yang muncul dari adanya pandemi Covid-19. Untuk mengatasinya, diperlukan kolaborasi antara negara dan antar pihak pada tata kelola kesehatan global yang harus dilakukan secara bersama dan kolaboratif baik dari sisi pemerintah, ogranisasi maupun industri," ujar Kamapradipta.
Ia menambahkan, hasil akhir dari pertemuan ini adalah diharapkan adanya kerja sama yang nyata dan konkrit untuk pembuata vaksin / obat - obatan, dengan harga yang terjangkau, dan pemerataan dalam pendistribusiannya sehingga bisa didapat oleh semua lapisan masyarakat.
Sementara itu, Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri Kemenkes RI, Acep Somantri, menekankan pentingnya sinergi antara politik luar negeri (foreign policy) dan kebijakan kesehatan global (global health) untuk mendukung solidaritas dan kolaborasi global dalam penanganan Covid-19.
Melalui tatanan ini sambung Acep kinerja Diplomasi Kesehatan Indonesia dioptimakan, untuk mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam menangani Covid-19.
Terdapat 4 fokus diplomasi kesehatan yang dilakukan yaitu peningkatan kapasitas Indonesia dalam pencegahan, deteksi dan respon; menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan untuk penanganan Covid-19 melalui join-production.
Disamping itu mengupayakan peluang kerja sama riset obat dan vaksin Covid-19, termasuk kerja sama clinical trial; dan peluang partisipasi Indonesia pada scalling-up produksi obat dan vaksin baru Covid-19 pada saat sudah ditemukan.
“Kita memiliki kemampuan untuk mendukung scalling-up produksi vaksin untuk kebutuhan global, karena Indonesia memiliki Bio Farma yang produk vaksinnya sudah diakui WHO dan digunakan di lebih dari 140 negara," imbuhnya.
Acep menandaskan untuk mengatasi Covid-19, Indonesia telah berpartisipasi dalam WHO Solidarity Trial yang bertujuan untuk mempercepat penemuan obat dan vaksin yang berkualitas, manjur dan aman.
Solidaritas Trial ini menunjukan bahwa dunia menggalang kerjasama riset untuk mengatasi masalah bersama yaitu penanganan Covid-19.
Direktur Opearsi Bio Farma, M. Rahman Roestan, mengatakan, dalam menghadapi Covid-19, dari sisi industri, Indonesia memerlukan kolaborasi Industri – Regulasi – Diplomasi terutama saat pandemic dimana seluruh negara bergerak utk mencari partner.
“Diplomasi kesehatan global menyatukan disiplin kesehatan masyarakat, urusan internasional, manajemen, hukum dan ekonomi dan berfokus pada negosiasi yang membentuk dan mengelola lingkungan kebijakan global untuk kesehatan.
Hubungan antara kesehatan, kebijakan luar negeri dan perdagangan menjadi hal yang baru dalam diplomasi kesehatan global”, ujar Rahman.
Terkait pembuatan vaksin, dalam jangka panjang, Bio Farma tergabung dalam koalisi nasional bersama tergabung dalam konsorsium nasional pengembangan vaksin bersama Eijkman dan Litbangkes untuk kemandirian nasional.
Sementara untuk jangka pendek, Bio Farma akan berkolaborasi dengan lembaga riset luar negeri, salah satunya adalah Coalition for Epidemic Preparedness Inovation (CEPI) dari Oslo Norwegia, dan manufacturer dari China yang telah diakui oleh WHO dan bersedia memberikan transfer teknologi ke Indonesia.
"Hal ini merupakan bukti nyata adanya kolaborasi riset dan produksi lintas negara”, Ujar Rahman.
Bio Farma sebagai induk Holding Farmasi, memiliki kompetensi dalam bidang bioteknologi, yang sudah berkembang ke arah lifescience. Sebagai anggota holding farmasi, Indofarma akan fokus ke herbal medicine dan berkembang ke alkes, dan Kimia Farma fokus ke chemical medicine baik unutk obat dan bahan baku obat.
(Ida)