PURWAKARTA. Peringatan Hari Santri Nasional tingkat Kabupaten Purwakarta ditandai dengan pemecahan Rekor Museum Rekor Indonesia atau MURI kategori pembacaan nadzoman dengan peserta terbanyak dan serempak.
Museum Rekor Indonesia yang diwakili oleh Manajernya Triyono mencatat, tak kurang dari 15 ribu peserta yang membacakan nadzom yang dibawakan dalam bahasa Sunda tersebut. Kegiatan ini dilaksanakan pada Senin (23/10) malam di Taman Pesanggrahan Padjadjaran dalam kondisi hujan deras.
“Ini pertama kali di Jawa Barat, pertama kali di Indonesia, sebanyak 15 ribu orang membacakan nadzom secara serempak,” ungkap Triyono.
Ia juga menyebut bahwa ini merupakan pelafalan syair dalam bahasa daerah yang pertama kali diselenggarakan. Faktor ini menjadikan alasan tersendiri, nadzom serempak dicatatkan sebagai rekor di Museum Rekor Indonesia.
“Bukan hanya terbanyak, ini unik dan pertama kali menggunakan bahasa daerah dalam hal ini bahasa Sunda,” katanya.
Untuk diketahui, nadzom merupakan kosakata yang berasal dari bahasa Arab yang berarti syair yang memiliki keteraturan dalam rima yang sudah ditentukan oleh penyair. Dalam sastra Arab terdapat beberapa pengaturan rima dan irama yang disebut dengan bahar. Diantaranya, bahar rojaz, bahar basith dan bahar kamil.
Sementara dalam terminologi Sunda, nadzom dikenal sebagai syair yang berisi ajaran tentang falsafah yang mendorong pembacanya untuk berbuat baik dan tidak melanggar ajaran Agama Islam yang sudah digariskan. Iramanya ada yang ditentukan secara bebas, ada pula yang diselaraskan dengan seni Sunda atau Jawa seperti laras pelog dan salendro.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi memiliki tujuan tersendiri melalui langkah dirinya yang menghidupkan kembali nadzoman di kalangan santri. Ia menilai, selain merupakan ciri khas santri, nadzom juga berisi tentang petuah akhlak mulia yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.
“Ini harus menjadi ciri khas santri zaman sekarang, jaman now kalau anak muda bilang. Jadi sebelum waktu shalat tiba, mereka harus melafalkan nadzom, jangan diganti dengan rekaman mp3 yang diputar berulang-ulang. Feel-nya gak masuk. Transformasi nilai akhlak yang ada dalam nadzom jadi tidak bisa dilakukan,” jelasnya.
Kiai Mustofa Bisri atau akrab disapa Gus Mus menjadi inspirasi pria yang lekat dengan peci hitam khas Nahdhatul Ulama lengkap dengan lambang garuda itu untuk menjadikan akhlak sebagai tujuan utama dalam kehidupan beragama.
“Ya, Gus Mus selalu mengatakan bahwa tujuan Agama itu untuk menyempurnakan akhlak. Saya kira nadzom harus menjadi media untuk itu,” pungkasnya. (red)