Tuban, Beritainspiratif.com - Gubernur Jawa Timur, Dra. Khofifah Indar Parawansa meresmikan penamaan Jalan Lingkar Selatan menjadi Jalan KH. Hasyim Asy'ari dan KH. Wahab Chasbullah, Sabtu (20/3/2021) di Perempatan Desa Penambangan, Semanding.
Selain tokoh agama tersebut juga diresmikan Jalan Tony Koeswoyo yang menghubungkan Kelurahan Perbon dan Desa Sumurgung Tuban.
Dilansir laman Pemkab Tuban Sabtu (20/3/2021) Gubernur Jatim dalam sambutannya mengungkapkan pembangunan jalan ini mampu meningkatkan aksesibilitas dan konektivitas masyarakat.
Keberadaan jalan ini, kata Khofifah, memiliki nilai tambah terutama bagi pedagang guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain sektor ekonomi, bidang pendidikan dan kesehatan kian meningkat dengan adanya jalan sepanjang 13 kilometer ini.
“Masyarakat semakin mudah mengakses pendidikan maupun kesehatan,” ungkapnya.
Baca Juga: PT Dirgantara Indonesia Ekspor CN235-220 ke Senegal
Gubernur Khofifah menyatakan keberlanjutan pembangunan jalan akan segera dituntaskan. Pekerjaan konstruksinya ditangani oleh Pelaksana Jalan Nasional Wilayah IV Jawa Timur. Harapannya, mampu mendukung pembangunan daerah Kabupaten Tuban maupun sejumlah proyek strategis nasional lain di wilayah Kabupaten Tuban.
“Sehingga mendukung proyek strategis nasional yang termuat dalam Perpres 80 tahun 2019,” sambungnya.
Sementara itu Wabup Tuban, Ir. H. Noor Nahar Hussein, M.Si., menjelaskan bahwa pembangunan ini telah direncanakan sejak tahun 2013. Pembebasan lahan dimulai tahun 2015 sepanjang 13 kilometer dan menelan dana mencapai Rp. 153 miliar. Pada tahun 2019, pembangunan fisik konstruksi tahap pertama dimulai dengan panjang pengerjaan mencapai 5,7 kilometer dengan dana Rp. 70 miliar.
Selanjutnya pada tahun 2020 pengerjaan tahap kedua dimulai sepanjang 7 kilometer dengan dana Rp. 72 miliar.
“Total dana APBD Kabupaten Tuban yang telah diserap mencapai Rp. 500 miliar untuk satu sisi jalan,” jelas Wabup.
Baca Juga: Mengenang Band Legendaris Koes Plus, Pasca Ditinggal Tonny, Murry dan Yon
Usai meresmikan penamaan jalan, rombongan Gubernur Jatim menuju UMKM Batik Zaenal di Kelurahan Karang, Kecamatan Semanding dan berdialog dengan pengrajin batik khas Tuban, dilanjutkan menuju Pasar Baru Tuban meninjau proses vaksinasi Covid-19 untuk pedagang, membagikan masker dan paket sembako.
Sebelumnya, Gubernur Jatim dan rombongan melakukan gowes mulai Pertigaan Desa Tunah menuju Perempatan Penambangan Semanding. Seluruh kegiatan dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan (Prokes).
Hadir pada kegiatan ini Wakil Bupati Tuban, Ir. H. Noor Nahar Hussein, M.Si., Forkopimda dan Kepala OPD Tuban, pimpinan Bank Indonesia dan Bank Jatim serta organisasi vertikal.
Sekilas Tonny Koeswoyo
Dikutip dari laman Wikipedia Indonesia, Tonny Koeswoyo lahir di Tuban Jawa Timur 19 Januari 1936 dan meninggal di Jakarta 27 Maret 1987 dalam usia 51 Tahun.
Tonny Koeswoyo merupakan pimpinan dari group Koes Plus / Koes Bersaudara yang piawai dalam memainkan tiga alat musik yaitu piano, gitar dan keyboard.
Masa kecil Tonny dilalui di kota Tuban, Jawa Timur bersama saudara-saudaranya. Pengalaman musikal Tonny telah mulai terasah ketika bergabung dengan suatu grup ludruk setempat di Tuban.
Tahun 1952 keluarga Koeswoyo pindah ke Jakarta mengikuti mutasi Sang ayah berkarier pegawai negeri di Kementrian Dalam Negeri. Di Jakarta mereka sekeluarga menempati rumah di Jalan Mendawai III, No. 14, Blok C, Kebayoran baru, Jakarta Selatan.
Titisan darah musik menurun dari R. Koeswojo (Koeswoyo) sang ayah yang terampil memetik gitar dan main musik Hawaiian. Ketika berusia empat tahun di Tuban, Tony bisa berjam-jam menabuh ember dan baskom dengan pemukul lidi-lidi dan bejana-bejana lain yang diisi air dengan lidi yang ujungnya dipasangi bunga jambu yang masih kuncup.
Baca Juga: Perjalanan Karir Koes Plus Akan Difilmkan, Dicari Aktor Sosok Tonny, Yok, Yon dan Murry
Di tangannya ember, baskom, dan lain-lain itu keluar suara yang unik. Saat memasuki usia akil balik, Tonny Koeswoyo tak mau lagi menabuh ember. Intuisi musiknya kian menderu-deru tanpa ada yang mampu menghalangi. Tonny lalu memohon minta dibelikan gitar, biola, dan buku-buku musik. Pak Koeswoyo tak memenuhi permintaan itu dengan alasan orang tak bisa hidup dari bermusik.
Sang ayah mengundurkan diri dari pekerjaannya dan bergabung dengan Bank Timur. Dia dipercaya mengelola onderneming (perkebunan) di Solo Jawa Tengah dan memboyong keluarganya.
Rumah mereka di Jakarta hanya di tempati oleh 4 anak laki-lakinya yang dipimpin oleh abang tertuanya Jon dan 3 adiknya, Tonny, Yon dan Yok. Adiknya yang nomor 5 Nomo telah berpetualang sendiri ke Surabaya, bekerja di pabrik genteng.
Jon khawatir ketiga adiknya yang bersamanya ini, Tonny, Yon, Yok, akan jadi crossboys dan ikut-ikutan tren berkelahi. Saat itu demam gang motor tengah berlangsung di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, maupun Surabaya.
Karena ingin adik-adiknya memiliki “kegiatan positif”, Jon berinisiatif membelikan alat-alat musik bagi adik-adiknya. Waktu itu Jon sudah bekerja di Biro Yayasan Tehnik, sebelum kemudian pindah ke pembangunan Hotel Indonesia (HI).
Ia membelikan alat musik itu untuk pemersatu adik-adiknya. Bersama Tony, Jon berangkat ke Solo. Waktu itu untuk urusan alat musik yang paling komplet adalah di Solo, tepatnya di Jalan Tembaga, Nonongan, Solo. Ia membelikan 1 bh bass betot, dua bh gitar pengiring , dan 1 set drum.
Alat-alat musik itu dibeli dari gaji Jon dan ibu mereka yang memperoleh arisan. Jon dan ibunya sempat dimarahi ayahnya di Solo, karena dianggap akan merusak adik-adiknya. Namun mereka tetap berkeras hati membelinya, sehingga Sang Ayah menjadi luluh. Alat-alat itu lalu dibawa dengan kereta api ke Jakarta. Dari stasiun diangkut dengan truk ke HI, karena sang abang masih bekerja di HI.
Sejak itu Tony mulai serius belajar musik, sehingga ia bisa bermain gitar, ukulele, piano, dan suling. Kemampuan musiknya dipelajari secara otodidak dan mempelajari not balok dari Nic Manolov serta gaya pemetikan gitarnya mengikuti gitaris spanyol Carcasi dan Tjio Bun Tek - guru gitar klasik di Jakarta.
Ia terus memainkan gitar itu siang-malam. Ia juga kerap mengikuti kegiatan di mana saja yang ada unsur musiknya. Kegiatan sekolah, mahasiswa, atau apapun yang ada musiknya, juga selalu diikutinya. Ketekunannya dalam bermusik membuat Tonny lupa belajar, sampai tidak naik kelas dan lulus ujian hingga tiga kali.
Tony kemudian mengajarkan adik-adiknya, Yon dan Yok, bermain musik. Nomo adiknya yang baru pulang berkelana, juga akhirnya ikut-ikutan. Ketika Jon membelikan seperangkat alat musik untuk adik-adiknya, memang telah dibuat semacam perjanjian dengan Tony, bahwa dia hanya bermain dengan saudara-saudaranya (dengan adik-adiknya).
Dari situ mulai solidlah Koes Bersaudara. Band ini berlatih dengan peralatan musik sederhana dan amplifier merek Robin buatan dalam negeri (buatan Jakarta). Rumah mereka pun berubah ramai setiap sore, karena orang-orang berkumpul mendengar hentakan musik.
Hal ini masih kerap dikeluhkan ayah mereka, Koeswoyo, ketika pulang ke Jakarta dengan alasan musik tidak bisa bikin orang sejahtera. Hal tersebut tidak dipedulikan oleh Tony dan saudara-saudaranya yang lain, mereka terus saja bermain musik.
Tahun 1967 keluarga Koeswoyo pindah dari Jalan Mendawai III ke Jalan Sungai Pawan di lingkungan Blok C, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Saat itu seluruh keluarga telah berkumpul kembali di Jakarta. Kemudian sejak 1970 mereka pindah ke jalan Haji Nawi, Cipete, Jakarta Selatan, yang kemudian dikenal sebagai Kompleks Koes Bersaudara sampai sekarang.
Grup yang berasal dari Kelurahan Sendangharjo, Tuban, Jawa Timur ini merupakan alumnus SMK Negeri 1 Tuban dan pada akhirnya menjadi pelopor musik pop dan rock 'n roll.
Sebagai bentuk penghargaan dan jasa tersebut kini di Kota Tuban berdirilah nama Jalan Tonny Koeswoyo.
Yanis
Foto: Koes Plus Koleksi Jiwa Nusantara
Baca Juga: Rumah-murah-Rp200-juta-dekat-gor-persib-GBLA dan Stasiun Kereta Cepat Tegalluar