Foto: Istimewa
Bandung, Beritainspiratif.com - Tren investasi saham di kalangan milenial dan keluarga muda di Indonesia, makin berkembang di masa pandemi.
Ketika sektor riil tengah melambat perkembangannya selama pandemi COVID-19, banyak pihak yang megalihkan dana investasi yang selama ini dialokasikan ke sektor usaha menjadi ke instrumen portofolio investasi di pasar modal Indonesia.
Tidak sedikit pula yang mengalihkan dana yang dipakai untuk konsumsi hal-hal nonesensial, seperti berlibur atau diinvestasikan.
Menurut Kepala Kantor Bursa Efek Indonesia (BEI) Jawa Barat Reza Sadat Shahmeini, bagi para investor pemula, terutama yang tidak punya waktu cukup untuk memantau investasinya di pasar saham, sebaiknya mengenal reksa dana sebelum aktif berinvestasi di saham secara langsung.
"Kecuali, jika investor yang berinvestasi di saham langsung ini, ingin menyimpan sahamnya tanpa aktif diperjualbelikan, dalam jangka waktu panjang yaitu selama lebih dari 5-10 tahun, " kata Reza, Senin (27/6/2021)
Baca Juga: Aturan Baru: Mulai 22 Juni PPKM Mikro Diperketat, Simak Penguatannya
Reza menerangkan ada empat jenis reksa dana selain reksa dana saham, yakni reksa dana campuran yang terdiri atas portofolio saham dan surat utang atau obligasi. Selain itu reksa dana pendapatan tetap yang terdiri atas portofolio surat utang, baik surat utang negara maupun surat utang korporasi atau obligasi.
"Kemudian reksa dana pasar uang yang mengalokasikan dana investasinya pada deposito perbankan dan surat utang, yang jatuh temponya kurang dari setahun, " ujar Reza.
Lalu apa perbedaan reksa dana dan saham ?
Reza menerangkan perbedaannya bisa dilihat dari bentuk investasinya. Reksa dana dan saham sama-sama produk investasi pasar modal. Namun yang membedakan reksa dana berbentuk unit penyertaan berisi portofolio investasi. Isi portofolio investasi reksa dana saham adalah sejumlah saham-saham yang dipilih oleh Manajer Investasi (MI) sebagai pengelola.
"Jika saham dibeli dan diual dalam satuan lot, maka reksa dana dibeli dan bisa dijual kembali dalam satuan unit, " ujarnya.
Reza mengatakan jika investor melakukan investasi saham secara langsung, investor akan memilih dan membeli saham sendiri serta menyesuaikan jumlah dan proporsi saham dalam portfolio, sesuai keinginan dan kemampuan dana investasinya.
Pada reksa dana, investor dapat membeli unit penyertaan yang sekaligus berisi saham-saham dalam jumlah yang banyak, misalnya lebih dari 10 saham perusahaan. Jika membeli saham sendiri, investor harus membeli saham satu per satu. Untuk membeli lebih dari satu saham perusahaan satu per satu membutuhkan lebih banyak dana, karena minimal pembelian adalah satu lot saham, yang terdiri dari 100 lembar saham.
"Umumnya, reksa dana bisa dibeli dengan minimal pembelian Rp100.000. Nilai investasi tersebut dibagi dengan harga per unit. Jika per unit harganya Rp1.000 misalnya, maka dengan pembelian Rp100.000, investor akan memiliki 100 unit saham.
Investor yang membeli saham secara langsung juga harus mempelajari sektor dan kinerja perusahaan yang sahamnya hendak dibeli.
Sementara, reksa dana dikelola MI yang memang ahli di bidangnya. MI akan melakukan analisa sebelum memilih saham-saham untuk reksa dana yang dikelolanya. MI juga yang akan melakukan aktivitas jual dan beli saham di pasar dengan perantara perusahaan sekuritas.
Perbedaan kedua adalah dalam proses pembelian. Untuk berinvestasi saham secara langsung, investor terlebih dahulu membuka rekening efek di perusahaan sekuritas, yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lalu, investor akan diminta mendepositokan sejumlah dana investasi, mengaktifkan akun, dan bisa mulai membeli dan bertransaksi saham.
Sementara untuk membeli reksa dana, investor bisa membuka rekening reksa dana melalui bank-bank yang menjadi agen penjual reksa dana atau melalui manajer investasi yang menjual secara langsung, melalui wakil agen penjual reksa dana masing-masing.
"Sama seperti harga saham yang akan naik dan turun mengikuti perkembangan pasar, harga unit reksa dana juga akan naik dan turun sesuai fluktuasi pasar, " ucapnya.
Bedanya, lanjut Reza jika saham yang dimiliki oleh investor hanya berjumlah satu dan dua saja, maka risiko yang dihadapi karena fluktuasi harga akan lebih tinggi.
Jika satu atau dua saham tersebut harganya turun, bisa menyebabkan investor mengalami kerugian (capital loss). Sementara, pada reksa dana, sudah ada beberapa saham di dalam portofolionya.
Jika setidaknya ada 20 saham dalam satu unit reksa dana saham, maka akan terdapat diversifikasi risiko. Apabila satu atau dua saham mengalami penurunan harga, masih ada saham lainnya yang berpotensi mengalami kenaikan.
Diversikasi saham dalam reksa dana dimungkinkan karena dana investasi yang ada pada portofolio reksa dana, merupakan gabungan dari dana investasi yang dimiliki para investor.
Dana milik investor yang sama-sama membeli unit reksa dana, dijadikan satu, dan dibelikan portofolio investasi. Pengelolaan reksa dana diikat dalam Kontrak Investasi Kolektif (KIK) antara manajer investasi dan bank kustodian.
"Tugas bank kustodian menyimpan dana dan aset milik nasabah. Sehingga, aset MI dan milik investor terpisah pencatatannya, " pungkas Reza.
(Ida)
Baca Juga: Rumah-murah-Rp200-juta-dekat-gor-persib-GBLA dan Stasiun Kereta Cepat Tegalluar