Kantor Bupati Bantul / Foto: fandy r / foursquare
BERITAINSPIRATIF.COM - RT – RW (Rukun Tetangga/Rukun Warga) merupakan lembaga dibawah koordinasi Desa/Kelurahan yang sudah sangat familiar dalam kehidupan masyarakat di lingkungan tempat tinggal.
Lembaga ini merupakan organisasi warga dimana di dalamnya terdapat nilai- nilai kemandirian, otonomi, wahana bagi masyarakat untuk berpartisipasi, kebebasan untuk berpendapat dalam sebuah musyawarah serta mitra pemerintahan.
Keberadaan RT RW ditetapkan melalui Permendagri sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa (selanjutnya disebut Permendagri 18/2018) menyatakan bahwa jenis Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD/Kelurahan) paling sedikit meliputi, Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Karang Taruna (Karta), Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM).
Baca Juga: Miliki Panjang 550 M, Pembangunan Flyover Nurtanio Akan Berjalan Selama 14 Bulan
Dalam tugasnya LKD/Kelurahan diatur dalam Pasal 1 angka 2 Permendagri 18/2018 bahwa Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) adalah wadah partisipasi masyarakat, sebagai mitra Pemerintah, ikut serta dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan, serta meningkatkan pelayanan masyarakat Desa.
RT dan RW sebagai bagian dari LKD memiliki tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Permendagri 18/2018, yakni, Membantu Kepala Desa dalam bidang pelayanan pemerintahan, Membantu Kepala Desa/Lurah dalam menyediakan data kependudukan dan perizinan, serta melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa/Lurah.
Selanjutnya ketentuan lainnya terkait RT dan RW diatur oleh Peraturan (Perda) masing-masing daerah.
Terkait uraian tersebut di atas, ada yang berbeda dengan Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) atau Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan (LKK) yang ada di Pemerintahan Kabupaten Bantul.
Dalam Peraturan Bupati Bantul Nomor 76 Tahun 2021 tanggal 4 Oktober 2021 tentang Lembaga Kemasyarakatan Kalurahan (LKK) Pasal 5 menyebutkan bahwa LKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 paling sedikit meliputi : a. LPM/Kelurahan (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat/Kalurahan); b. RT; c. TP PKK; d. Karang Taruna; dan e. Posyandu.
Peraturan Bupati Bantul tersebut tidak diatur keberadaan Rukun Warga (RW).
Baca Juga: Tahun Ini Pemkot Bandung Bangun 3 TPS Terpadu Kapasitas 100 Ton Sampah Per Hari
LKK dimaksud di atas, memiliki tugas diantaranya menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat; meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan Pemerintah Kalurahan kepada masyarakat;
Mengacu Permendagri diatas ditetapkan bahwa Lembaga Kemasyarakatan Desa/Kelurahan paling sedikit terdiri dari 6 (enam) lembaga, sedangkan dalam Peraturan Bupati Bantul tersebut LKD/K hanya terdiri 5 (lima) saja tanpa adanya Rukun Warga (RW).
Peran RW sangatlah besar, diantaranya mengkoordinir beberapa RT yang ada di Desa/ Kelurahan dengan tugas antara lain melancarkan pelayanan masyarakat dan meningkatkan kinerja pemerintah Desa/ Kelurahan dalam pembangunan dan pengelolaan warga.
Lalu Kenapa di Kabupaten Bantul tidak ada Rukun Warga (RW)
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kalurahan (DPMK) Bantul Sri Nuryanti mengatakan penghapusan RW sudah berlangsung sejak lama. Hal itu mengacu aturan yang dikeluarkan Pemkab Bantul.
"Setahu saya RW dihapus itu sekitar tahun 2009. Alasannya, karena di sini kan ada pedukuhan sehingga tidak (perlu) ada RW," kata Sri kepada detikJateng, Senin (6/3/2023) dikutip Beritainspiratif.com, Rabu (9/3/2023).
Baca Juga: Forum RW Kota Bandung Akan Gelar Silaturahmi RT RW Se-Kota Bandung
Lebih lanjut Kepala DPMK Sri Nuryanti mengungkapkan bahwa peran kepala pedukuhan atau dukuh di Bantul cukup penting. Hal ini membuat kepala pedukuhan di daerah itu lebih dipandang jika dibandingkan dengan ketua RW. Hal itu membuat Pemkab Bantul memilih menghapuskan RW.
Sri juga mengungkapkan bahwa penghapusan RW ini ternyata sangat efektif dan memudahkan masyarakat dalam mengurus administrasi.
"Kalau di masyarakat pedesaan orang itu memandangnya Dukuh bukan RW. Kalau RW kan jabatan sampingan dan kalau ada apa-apa kadang RW tidak standby di tempat," ujarnya.
"Kalau dukuh kan ada aturan mainnya, dia harus ada di kantor, dan ada pada jam pelayanan. Kalau RT/RW kan tokoh masyarakat yang punya pekerjaan lainnya. Jadi kalau di Bantul itu dari Dukuh langsung ke RT," pungkasnya.
Lebih lanjut mengutip tulisan Wirawan Dwi Asmara skripsi 2007, dengan judul Penghapusan rukun warga dan implikasinya terhadap Civil Society di Kabupaten Bantul yang dilansir situs resmi UGM Yogyakarta, menuliskan hasil penelitiannya.
Dari hasil penelitian dengan mengambil sampel di Desa Bantul dan Banguntapan terlihat perbedaan di kedua daerah.
“Di desa Bantul yang di kategorikan sebagai daerah pedesaan, menerima penghapusan tersebut, karena mantan ketua RW berfungsi kembali sebagai tokoh masyarakat yang dapat diteladani. Perkembangan civil society didaerah pedesaan di Bantul lebih dipengaruhi oleh kultur kabudayaan Jawa yang kompatibel dengan nilai- nilai civil society,” tulisnya.
Berbeda dengan Desa Banguntapan yang diketegorikan sebagai daerah perkotaan yang meminta untuk dihidupkan kembali.
“Penghapusan RW tidak aspiratif bagi mereka karena masyarakat masih membutuhkan keberadan RW sebagai lembaga sosial yang mengkoodinasikan lembaga dibawahnya (RT),” tulisnya.
Penulis: Yayan Istiandi / Pengurus Forum RT RW Kota Bandung
Lihat Berita dan Artikel lainnya di: Google News
(YI)