Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Siber Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Sinta Dewi, S.H., LLM. / dok. Unpad
BERITAINSPIRATIF.COM - Teknologi rekognisi wajah (face recognition) mulai diberlakukan sebagai salah satu syarat masuk ke stasiun atau bandara internasional di Indonesia. Meski memudahkan pengguna transportasi agar tidak lagi mengeluarkan dokumen identitas fisik, ada kehati-hatian di dalam penggunaannya, khususnya menyangkut data pribadi.
Menurut Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Siber Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Sinta Dewi, S.H., LLM., masyarakat berhak menolak untuk tidak menggunakan fasilitas face recognition saat akan masuk stasiun atau bandara.
Karena itu, pihak stasiun atau bandara tetap perlu menyediakan gerbang (gate) tanpa fasilitas tersebut. Alasan tersebut karena fasilitas face recognition bersinggungan dengan upaya pelindungan data pribadi.
Baca Juga: Lowongan Kerja Kemenag! Batas Usia 65 Tahun, Cukup Daftar via ONLINE
Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi dijelaskan bahwa data pribadi terbagi menjadi dua jenis, yaitu data pribadi umum dan spesifik.
Data pribadi spesifik di antaranya informasi kesehatan, data biometrik, data genetika.
Data spesifik harus dilakukan pelindungan lebih ketat. Karena face recognition memindai data-data biometrik penggunanya.
Prof. Sinta mengingatkan bahwa pengelolaan datanya harus ketat dan hati-hati. Sebabnya, beragamnya modus tindakan kejahatan siber saat ini sangat mudah membocorkan data pribadi tersebut jika tanpa pelindungan yang ketat.
“Memang UU Pelindungan Data Pribadi ini menjadi pekerjaan rumah (bagi PT. KAI atau pihak bandara). Di dalam mengelola face recognition harus lebih hati-hati,” ujarnya di laman resmi Unpad.
Baca Juga: Langgar Ketertiban Umum di Kota Bandung ODGJ hingga Pengamen Laporkan Kesini
Prof. Sinta melanjutkan, teknologi rekognisi wajah pernah menjadi masalah hingga masuk ke proses hukum di Amerika Serikat. Kelalaian ini bisa serupa terjadi di Indonesia apabila pengelolaannya tidak dilakukan secara hati-hati.
Untuk itu, masyarakat berhak untuk menolak bahkan memprotes apabila tidak ada fasilitas check-in lain selain menggunakan face recognition.
Ia juga mengingatkan bahwa masyarakat bisa mengajukan keberatan apabila ada indikasi penyalahgunaan data-data pribadi untuk kepentingan yang tidak mendapatkan persetujuan.
Sebagai contoh, masyarakat bisa mengajukan keberatan apabila data pribadi yang disimpan di layanan perbankan tertentu ternyata digunakan oleh lembaga keuangan lainnya.
“Melalui UU inilah bangun kesadaran bersama bahwa hal-hal tersebut sudah tidak boleh lagi dilakukan, apalagi kalau tata kelolanya tidak baik,” kata Prof. Sinta.*
Lihat Berita dan Artikel lainnya di: Google News
(YI)
Baca Juga:
-Berita Liputan Lainnya di Video Youtube Bicom
-Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2024
-ITB Buka Lowongan CPNS Dosen Sebanyak 87 Formasi Tahun 2023
-Forum RT RW Kelurahan Margasari Juara Turnamen Tenis Meja Se Kota Bandung
-Catat! Ada Warga yang Buang Sampah Sembarangan di Kota Bandung, Laporkan Kesini
-Lowongan Kerja Kemenag! Batas Usia 65 Tahun, Cukup Daftar via ONLINE