Majalengka, Beritainspiratif.com - Massa aksi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Majalengka, mendatangi kantor Panwaslu Majalengka, pada Rabu (4/4).
Mereka menuntut agar lembaga pengawas tersebut dapat bekerja lebih profesional dan lebih baik lagi.
Salah seorang orator, Aef Saefullah, menuding Panwaslu Majalengka mandul dan diduga tidak paham keadilan pemilu.
Menurut dia, bahwa berbicara tagline Bawaslu, sepertinya Panwaslu Majalengka tidak paham soal keadilan pemilu.
Karena setiap keputusan yang dikeluarkan KPU yang kontradiktif dengan undang undang dan peraturan lainnya itu terkesan dibiarkan.
Hal ini kata dia, sangat disayangkan Panwaslu yang seharusnya berperan dalam pengawasan tahapan pemilih terkesan meninggalkan hukum yang mengikat penyelenggaraan pemilihan.
"Hasil kajian kami dari PMII, bahwa ternyata bayak ketidakberesan atau pelanggaran administratif yang dilakukan KPU dan tampak dibiarkan oleh Panwaslu Majalengka.
Oleh karena itu, kami menilai Panwaslu tidak bekerja maksimal, Panwaslunya mandul," ucap salah satu orator di hadapan massa aksi dan aparat keamanan yang menjaga.
Massa secara bergantian mengutarakan kekecewaannya terhadap Panwaslu.
Hal tersebut juga dipampangkan pada atribut-atribut yang dibawa massa, seperti tulisan "Tegakan Keadilan Pemilu. Laksanakan Amanat Undang-Undang Lalu Tegakan Keadilan Pemilu dan lainnya".
Koordinator aksi lainnya, Dede Sri, juga menyebutkan, bahwa ada komisioner KPUD dan Panwaslu ada yang rangkap jabatan dan ini sangat bertentangan dengan asas penyelenggara pemilu. Yakni seperti asas profesional.
Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan soal KPU mengeluarkan surat keputusan bersama tentang pelaksanaan zona dan batasan waktu kampanye yang bahkan tidak memiliki dasar hukum maupun klausul hukum yang jelas.
"Kami menuntut Panwaslu untuk mendisiplinkan diri dan menindaklanjuti ketiberesan penyelenggaran admistrasi/hukum yang dilakukan oleh KPU,"tuntut dia.
Sementara itu, Ketua Panwaslu Majalengka, Agus Asri Sabana, mengaku selama ini masih ada kesalahan dan kehilapan maupun kekeliruan dalam pengawasan Pemilu. Kendati demikian, dengan kehadirannya aktivis dari PMII dalam menyampaikan aspirasinya tersebut.
Setidaknya, sambung dia, itu akan menjadi organ yang mengingatkan di jajaran pengawasan Pemilu.
"Terkait aspirasi yang disampaikan PMII itu, namun itu tidak semua diwilayah kami sebagai pengawas pemilu, namun ada juga untuk wilayah lainya. Seperti, wilayah KPU bahkan stakeholder pemilu lainnya,"paparnya.
Menanggapi soal pembantasan waktu kampanye tersebut, Agus Asri menjelaskan, bahwa mengingat dalam masa kampanye didalamnya terdapat bulan Ramadhan.
Sehingga KPU Provinsi dan KPU kabupaten/kota agar mengatur jadwal kampanye, debat publik dan kegiatan lainnya dalam bentuk rapat umum dengan memperhatikan kearipan lokal, kelajiman dan budaya setempat.
Sementara terkait rangkap jabatan yang ditudingkan terhadap dirinya itu, selain sebagai ketua Panwaslu, ia juga menjabat sebagai dosen di salah satu Universitas di Majalengka tersebut.
"Terkait UU No 7 tahun 2017, nomenklaturnya harus Bawaslu. Sedangkan saat ini nomenklaturnya baru menggunakan UU No 15 tahun 2011, tentang penyelenggara Pemilu. Dimana kami dulu pernah direkrut," ungkanya.
Sedangkan lanjut dia, dasar Pemilukada menggunakan no 10 tahun 2016, dimana bahasanya masih Panwas Pemilu. Jadi sekarang belum ada Bawaslu kabupaten/kota.
Sehingga klausul itu, sambungnya, belum bisa digunakan. Artinya soal rangkap jabatan masih boleh secara regulatif. (Yones)