- Pemerintahan
- 23 Nov 2024
Bandung, Beritainspiratif.com- Hasil penghitungan KPU Jawa Barat pada Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi dan Penetapan DPT Pilgub Jabar 2018, menetapkan jumlah pemilih yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) mencapai 31.735.133 orang. Lalu berkurang menjadi 31.730.042.
Padahal, pada DPT Pilgub 2013 tercatat 32.646.000.
Dari penelusuran Majelis Rakyat Indonesia, adanya perubahan DPT di Kota Bekasi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Indramayu misalnya, perubahan DPT Kabupaten Indramayu karena adanya kesalahpahaman antara Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) setempat dan KPU Indramayu soal 8.000 pemilih yang dianggap belum terdaftar.
Dari 8.000 pemilih di Indramayu yang baru disahkan masuk dalam DPT, 5.000 pemilih sudah tercantum, sedangkan untuk sisa 3.000 pemilih lainnya belum tercatat sama sekali.
Selain itu, tiga daerah lainnya seperti Kota Bekasi, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur dilakukan penetapan pelaporan terkait adanya penambahan dan pengurangan jumlah pemilih.
Bahkan, dari penelusuran tim, ada anggota DPRD Fraksi PDI Perjuangan di Bogor, tidak masuk DPT. Setelah diprotes ke KPU, baru namanya dimasukan.
Selain itu, dari data elektronik informasi daftar pemilih, terjadi ketidak sesuaian data misalnya jenis kelamin pemilih serta tidak sesuai antara nomor kependudukan dengan nama pemiliknya.
Data menunjukan, sebanyak 223 ribu pemilih harus dikeluarkan datanya dari daftar pemilih sementara (DPS) akibat tidak dikenali oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil).
Sebelumnya, Disdukcapil melansir sebanyak 923 ribu data pemilih tidak dikenali usai dilakukan penyisiran dan verifikasi ulang.
Dari data-data di atas, Majelis Rakyat Indonesia (MRI) yang mengharapkan pilkada memakai data akurat, menilai adanya penurunan jumlah DPT yang siginifikan.
Lihat saja, tahun 2008 DPT ada 27.933.253, dan tahun 2013 DPT berjumlah 32.646.000.
“Kondisi itu akibat data 2013 dijadikan dasar, tidak akurat atau tidak ada ketunggalan data, pembaruan data mutasi penduduk kurang valid, serta adanya data siluman seperti data kematian yang tidak diperbarui,”
Selain DPT yang berkurang dari jumlah sebelumnya, akibat persoalan administrasi yang jelek ditambah persoalan e-KTP yang berlarut-larut, yang paling penting lagi ialah kinerja KPU Jabar dalam sosialisasi soal Pilkada jabar belum dirasakan maksimal, bahkan guru PNS pun banyak yang belum tahu siapa saja calon pimpinan mereka, sejumlah warga benar-benar tidak tahu mengenal pelaksanaan pilkada atau pengenalan paslon peserta pilkada.
“Saya yakin hal itu bukan salah mereka, tapi kinreja KPU Jabar yang tidak maksimal dalam sosialisasi, padahal mereka sudah menggandeng 30 perguruan tinggi untuk itu. Jadinya, rakyat menilai tidak menganggap pilkada sebagai momen yang penting, ” tandas Matdon dari Majelis Rakyat Indonesia, Kamis (7/6)
Kondisi ini, sebenarnya bahaya untuk kehidupan demokrasi kita. Jika rakyat dibiarkan tidak mengetahui adanya Pilkada maka jangan-jangan Golput kembali mengancam seperti pada Pilkada Jabar tahun 2013.
Bayangkan, lanjut Matdon, suara Golput alias pemilih yang tidak memilih pada Pilkada Jawa Barat (Pilgub) Jabar 2013, mencapai 36, 3 persen, artinya ada 11.823.201 suara yang terbuang percuma dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) waktu itu 32.536.980.
“Artinya pula jumlah Golput “mengalahkan” pemenang Pilgub Jabar Ahmad Heryawan (Aher)-Deddy Mizwar yang hanya mampu meraih 6.515.313 atau 32,39 persen dari total jumlah suara yang sah atau hanya 20.713.779 suara,”
KPU Jabar mengklaim ada 500 kegiatan lebih untuk sosialisasi, dan mengklaim bahwa dulu partisipasi bisa di atas 80 persen, tetapi KPU mengakui sekarang untuk mencapai angka 70 persen sangat sulit.
“Ini sebuah ironi jika dikaitkan semangat Reformasi 98 yang mendorong partisipasi warga dalam demokrasi dan pemerintahan.”
Pilkada menjadi ruang sunyi bagi sebuah pesta demokrasi itu artinya demorasi telah gagal ditegakkan di bumi parahyangan. "Paling tidak, demokrasi tetap berlangsung tapi kurang sehat. Apalagi Pilkada sudah hitungan hari,”
MRI meminta KPU Jabar, dalam waktu yang sangat singkat, harus ada agen sosialisasi dan relawan demokrasi berbasis pemerataan dan proposionalitas.
KPPS, kata ia, diperlebar fungsinya dengan melakukan sosialisasi di lingkunganya khususnya terhadap pemilih yang sudah masuk di DPT serta mendeteksi pemilih dan memastikan kehadirannya ke TPS.
“Agen sosialisasi dan relawan demokrasi diharapkan juga faham mengenai konsep sosialisasi berbasis keluarga, dengan dilakukannya pembekalan oleh kampus kampus misalnya, dan di tingkat bawah oleh KPU kab/kota yang melibatkan PPK, PPS, dan KPPS. Dalam kegiatan sosialisasi Pilgub Jabar 2018,”
Jika tidak ada perbaikan kinerja KPU Jawa Barat, dengan melihat kondisi diatas ada kemungkinan golput di pilkada 2018 bisa mencapai 40 persen.
"Belum lagi ditambah suara masyarakat yang tidak masuk dalam DPT, diperkirakan bisa mencapai 15 persen," tegas Matdon (Dudy)