- Ragam
- 30 Oct 2024
Cirebon, Beritainspiratif.com - Situs Cagar Budaya Taman Kepurbakalaan Sunyaragi awalnya merupakan Taman Kelangenan (taman kenikmatan) atau Tamansari yang fungsi utamanya untuk bermeditasi atau menyepi, maka dikenal pula sebutan taman Kelangenan Sunyaragi (‘sunya’ berarti sunyi, sepi; ‘ragi’ seperti raga).
Kesan sakral berasal dari lorong-lorong bekas tempat berkhalawat (pertapaan), kolam-kolam pemandian (petirtaan), ruang-ruang tempat meditasi, dan benda-benda arkeologis lainnya. Kesan profan lebih banyak didukung oleh adanya bangunan-bangunan bentuk joglo dan lepa yang dibentuk di dinding tembok dengan motif kembang kanigaran serta benda-benda arkeologis berupa artefak logam, kayu, dan keramik.
Secara visual, motif wadasan dan mega mendung sangat mendominasi di sebagian besar tembok kompleks Gua Sunyaragi. Susunan batu karang ditata sedemikian rupa sehingga membentuk corak Wadasan dan Mega Mendung.
Pada bagian-bagian tertentu dilengkapi pula dengan motif-motif tanaman rambat, baik berupa patran (bentuk-bentuk ikal/sulur) maupun simbaran (bentuk-bentuk segitiga). Motif wadasan dan mega mendung diyakini merupakan simbol kehidupan.
Mega melambangkan langit atau udara sedangkan wadas yang berarti batuan melambangkan bumi. Sedangkan motif-motif tanaman merambat, patung-patung hewan dan manusia melambangkan isi dari dunia yang memiliki bumi dan langit beserta isinya.
Selain motif-motif Hindu-Buddha, Gua Sunyaragi dilengkapi juga dengan ornamen bergaya Cina seperti bentuk bunga persik, matahari, teratai, dan penempelan keramik-keramik Cina pada dinding yang tidak terlalu tinggi.
Hal itu menggambarkan perpaduan budaya yang terjadi di lingkungan Kesultanan Cirebon. Sebagai peninggalan kesultanan Islam, Taman Sunyaragi dilengkapi dengan pola-pola arsitektur bergaya Islam atau Timur Tengah, antara lain relung-relung pada dinding beberapa bangunan, tanda-tanda kiblat pada tiap-tiap pasalatan atau mushola, adanya beberapa pawudlon atau tempat wudhu, dan bentuk bangunan Bangsal Jinem yang menyerupai bentuk Ka’bah jika dilihat dari sisi belakang Bangsal Jinem.
Sejarah berdirinya gua Sunyaragi memiliki dua buah versi, yang pertama adalah berita lisan tentang sejarah berdirinya Gua Sunyaragi yang disampaikan secara turun-temurun oleh para bangsawan Cirebon atau keturunan keraton.
Versi tersebut lebih dikenal dengan sebutan versi Carub Kanda. Versi yang kedua adalah versi Caruban Nagari yaitu berdasarkan buku Purwaka Caruban Nagari tulisan tangan Pangeran Kararangen atau Pangeran Arya Carbon tahun 1720.
Sejarah berdirinya gua Sunyaragi versi Caruban Nagari adalah yang digunakan sebagai acuan para pemandu wisata gua Sunyaragi.
Menurut versi ini, Gua Sunyaragi didirikan tahun 1703 Masehi oleh Pangeran Kararangen, cicit Sunan Gunung Jati. Kompleks Sunyaragi lalu beberapa kali mengalami perombakan dan perbaikan.
Menurut Caruban Kandha dan beberapa catatan dari Keraton Kasepuhan, Tamansari dibangun karena Pesanggrahan Giri Nur Sapta Rengga berubah fungsi menjadi tempat pemakaman raja-raja Cirebon, yang sekarang dikenal sebagai Astana Gunung Jati.
Hal itu dihubungkan dengan perluasan Keraton Pakungwati (sekarang Keraton Kasepuhan Cirebon) yang terjadi pada tahun 1529 M, dengan pembangunan tembok keliling keraton, Siti Inggil, dan lain-lain. Sebagai data perbandingan, Siti Inggil dibangun dengan ditandai candrasengkala Benteng Tinataan Bata yang menunjuk angka tahun 1529 M
Taman Sunyaragi adalah taman tempat para kerabat keraton bertapa untuk kontemplasi mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.
Menurut tradisi, bagian-bagiannya terdiri dari 12 termasuk 10 Gua dengan fungsinya masing-masing, sebagai berikut:
Bangunan tambahan lainnya:
Secara keseluruhan Taman Sunyaragi merupakan perpaduan antara struktur, bangunan, dan taman air.
Tahun 1852, taman ini sempat diperbaiki karena pada tahun 1787 sempat dirusak Belanda. Saat itu, taman ini menjadi benteng pertahanan. Tan Sam Cay, seorang arsitek Cina, konon diminta Sultan Adiwijaya untuk memperbaikinya.
Namun, arsitek Cina itu ditangkap dan dibunuh karena dianggap telah membocorkan rahasia gua Sunyaragi kepada Belanda. Karena itu, di kompleks Taman Sunyaragi juga terdapat patok bertulis ”Kuburan Cina”.
Gua Sunyaragi setelah pemugaran.
Pemugaran Tamansari Gua Sunyaragi pernah dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1937-1938.
Pelaksanaannya diserahkan kepada seorang petugas Dinas Kebudayaan Semarang. Namanya, Krisjman. Ia hanya memperkuat konstruksi aslinya dengan menambah tiang-tiang atau pilar bata penguat, terutama pada bagian atap lengkung.
Namun kadang-kadang ia juga menghilangkan bentuk aslinya, apabila dianggap membahayakan bangunan keseluruhan. Seperti terlihat di Gua Pengawal dan sayap kanan-kiri antara gedung Jinem dan Mande Beling.
Pemugaran terakhir dilakukan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Sejarah dan Purbakala, Direktorat Jenderal Kebudayaan, yang memugar Tamansari secara keseluruhan dari tahun 1976 hingga 1984. Sejak itu tak ada lagi aktivitas pemeliharan yang serius pada kompleks ini.
Bangunan tua ini hingga kini masih ramai dikunjungi orang, karena letaknya persis di tepi jalan utama. Tempat parkir lumayan luas, taman bagian depan mendapat sentuhan baru untuk istirahat para wisatawan.
Terdapat juga panggung budaya yang digunakan untuk pementasan kesenian Cirebon. Namun keadaan panggung budaya tersebut kini kurang terurus, penuh dengan tanaman liar. Kolam di kompleks Taman Sari pun kurang terurus dan airnya mengering.
Patung Perawan Sunti memang masih jadi legenda dan belum ada kejelasan patennya mengenai siapa sebenarnya dibalik karakter tersebut. Namun inilah informasi dari beberap masyarakat setempat dan pengelola Gua Sunyaragi.
Pertama dikaitkan dengan sosok Putri Ong Tien yang konon hamil tanpa melalui persetubuhan. Putri Ong Tien kemudian dinikahi oleh Sunan Gunung Jati karena memenangkan sayembara atas Putri Ong Tien.
Versi lain menyebutkan, Patung Perawan Sunti dikaitkan dengan sosok Putri Sultan Cirebon pertama yang hingga akhir hayatnya tidak menikah.
“Saya agak lupa nama putri Sultan Pertama Cirebon. Tapi dari cerita itu tidak mau menikah karena saking tafakur dan khusyuknya belajar agama sehingga lupa kewajiban sebagai perempuan dan menjadi seorang istri,” sebut dia.
Namun mitos patung Perawan Sunti memiliki makna tersendiri untuk masyarakat Cirebon dan Indonesia, yakni jika seorang perempuan memiliki anak harus jelas siapa ayahnya.
“Itulah sebabnya orang zaman dulu sering bilang pamali, salah satunya agar anak-anaknya nurut,” Jajat Sudarajat – Pengelola Gua Sunyaragi.
Hingga saat ini, belum ada yang berhasil menemukan jawaban terkait siapa pembuat dan apa makna dari pembuatan patung perawan tua itu. Jajat menuturkan, patung Perawan Sunti disinyalir dibangun pada 1604.
“Patung aslinya kami amankan di museum,” ujar Jajat.
Apapun itu yang jelas ini sejarah, budaya, mitos masyarakat Indonesia. Hanya Tuhan yang tahu segalanya. Semoga Cagar Budaya ini tetap lestari.
Referensi:
[1] Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya. Taman Kepurbakalaan Gua Sunyaragi. 02/12/2018
[2] Prayitno. Liputan6. Misteri Patung Perawan Sunti di Sunyaragi. 02/12/2018
[3] Narasi Film Dokumentar Sunyaragi]", R. Supriyanto, Jurusan Desain Komunikasi Visual,Faku
[4] dilansir dari indoflashlight.org
Yanis