- Pemilu & Pilkada
- 22 Nov 2024
Beritainspiratif.com - Orang boleh saja menyandang gelar Sarjana berlapis lapis, bahkan mungkin malahan bergelar Profesor. Namun gelar, hanya predikat yang merujuk pada disiplin ilmu yang ditekuni, bukan merupakan gambaran kepribadiannya. Karena cermin dari kepribadian seseorang, ditakar dari cara berbicaranya dan kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Karena itu, tokoh-tokoh masyarakat di desa desa, sangat dihormati dan dihargai oleh warganya, bukan karena titel yang disandangnya, melainkan karena budi pekerti dan kepribadiannya yang mencerminkan, bahwa memang dirinya, layak untuk dijadikan panutan dan dihargai.
Sifat sifat orang terdidik, dapat diukur atau ditakar berdasarkan beberapa hal, antara lain:
Rasulullah Ingatkan Muslim Menjaga Lisan
Menjaga lisan adalah hal penting dalam Islam, hal ini diingatkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Ia mengajarkan agar Muslim lebih berhati-hati ketika berucap.
"Etika dalam Islam menjaga lisan sangat penting, saking pentingnya hingga Nabi mengingatkan berkali-kali, hati-hati dengan lisan kita," ujar Wakil Ketua Majelis Dakwah dan Pendidikan Islam (Madani) Ustadz Ainul Yaqin kepada Okezone, Kamis (23/1/2020).
Ia juga memaparkan tentang riwayat Rasulullah SAW bersabda:
سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مَا أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ الْجَنَّةَ؟ قَالَ: «التَّقْوَى، وَحُسْنُ الْخُلُقِ» ، وَسُئِلَ مَا أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ النَّارَ؟ قَالَ: الْأَجْوَفَانِ: الْفَمُ، وَالْفَرْجُ
Artinya: "Nabi pernah ditanya tentang perbuatan yang paling banyak menyebabkan seseorang masuk ke dalam surga.
Beliau menjawab 'Ketakwaan dan perangai yang baik'. Beliau juga ditanya mengenai perbuatan yang paling banyak menyebabkan seseorang masuk ke dalam neraka. beliau menjawab 'Dua lubang; Mulut (yakni lisan) dan kemaluan." (HR. Ibnu Majah).
Lebih lanjut, kata Ainul Yaqin, ucapan atau lisan merupakan cerminan diri, dan dari situ akan diketahui akhlak yang sesungguhnya. Kemudian tak jarang orang celaka karena ucapannya sendiri. Ketika Hati Kotor, maka ucapanpun akan menjadi kotor.
"Lisan adalah cerminan hati, baik buruknya bersumber pada hati seseorang, mencerminkan akhlak dan budi pekertinya. Lisan juga sumber malapetaka, munculnya bahaya, bahkan kerusakan juga karena ketidak mampuan seseorang menjaga lisan,” tutur Ainul.
“Karenanya Nabi Muhammad mengatakan penyebab banyaknya orang masuk neraka salah satunya adalah lisan yang tak terjaga, kotor, dan penuh kemaksiatan," tambahnya.
Ainul kemudian mengingatkan Muslim pada Hadis Riwayat Tirmidzi Nomor 2406, shahih:
أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ
Artinya: "Jagalah lisanmu, hendaklah rumahmu membuatmu merasa lapang (artinya: betahlah untuk tinggal di rumah), dan menangislah karena dosa-dosamu." (HR. Tirmidzi no. 2406, shahih).
Pada zaman Nabi Musa AS, bani Israil ditimpa musim kemarau yang berkepanjangan. Mereka berkata,
"Ya Kaliimallah, berdoalah kepada Rabbmu agar Dia menurunkan hujan kepada kami."
Maka berangkatlah Musa AS bersama kaumnya menuju padang pasir yang luas. Waktu itu mereka berjumlah lebih dari 70 ribu orang. Mulailah mereka berdoa dengan keadaan yang lusuh dan kumuh penuh debu, haus dan lapar.
Nabi Musa berdoa, "Tuhanku! Turunkan hujan kepada kami. Tebarkanlah rahmat-Mu kepada kami, kasihilah kami demi anak-anak yang masih menyusui, hewan ternak yang merumput, dan para orang-orang tua yang rukuk kepada-Mu."
Setelah itu, langit tetap saja terang benderang, matahari pun bersinar makin kemilau. Kemudian, Nabi Musa ber doa lagi. Namun, tetap saja tidak ada tanda-tanda akan turunnya hujan.
Allah pun berfirman kepada Musa,
"Bagaimana Aku akan menurunkan hujan kepada kalian,
sedangkan diantara kalian ada seorang hamba yang bermaksiat sejak 40 tahun yang
lalu. Umumkanlah di hadapan manusia agar dia berdiri di hadapan kalian semua.
Karena dialah Aku tidak menurunkan hujan untuk kalian."
Maka Musa pun berteriak di tengah tengah kaumnya, "Wahai
hamba yang bermaksiat kepada Allah sejak 40 tahun, keluarlah ke hadapan kami karena
engkaulah hujan tak kunjung turun!"
Seorang laki-laki melirik ke kanan dan kiri, maka tak seorang pun yang keluar di hadapan manusia. Saat itu ia sadar dirinyalah yang dimaksud.
"Ya Allah, aku telah bermaksiat kepadamu selama 40
tahun, selama itu pula Engkau menutupi aibku. Sungguh sekarang aku bertobat
kepada-Mu, maka terimalah tobatku."
Tak lama setelah pengakuannya tersebut, akhirnya turunlah
hujan.
Musa keheranan, "Ya Allah, Engkau telah turunkan hujan kepada kami, tetapi tak seorang pun yang keluar di hadapan manusia."
Allah berfirman, "Aku menurunkan hujan kepada kalian
oleh sebab hamba yang dimaksud tak kunjung turun."
Musa berkata, "Ya Allah, tunjukkan padaku orang itu!
Tunjukkan aku pada orang itu!" Allah berfirman,
"Wahai Musa, Aku telah menutupi aibnya, padahal ia
bermaksiat kepada-Ku. Apakah sekarang Aku membuka aibnya, sedangkan ia telah
bertobat dan kembali kepada-Ku?"
Kisah ini terdapat di dalam buku Fii Bathni al-Huut karya
Syekh Dr Mu hammad al-Arifi.
Menutup-nutupinya Allah SWT atas aib atau dosa hambahamba- Nya itu merupakan bentuk kemaha baikan Allah kepada hamba hamba- Nya. Penutupan Allah SWT atas dosa-dosa hamba-Nya berlaku saat di dunia. Namun, bila hamba itu bertobat maka penutupan dosanya akan berlangsung terus hingga akhirat kelak. Oleh karena itu, ketika Allah SWT menutupi aib-aib kita atas manusia lainnya, itu hendaknya tidak menjadi kan kita terlena. Itu justru menjadi sarana bagi kita untuk segera bertobat.
Berbagai sumber