- Pemilu & Pilkada
- 22 Nov 2024
Bandung, Beritainspiratif.com - Toleransi beragama di Jawa Barat, cukup tinggi. Hal itu tercermin dari hasil survey yang dilakukan Indonesian Politics Research and Consulting (IPRC) bekerjasama, dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Jawa Barat di sembilan kabupaten/kota se Jawa Barat.
Sembilan Kabupaten/Kota itu ialah Kota Depok, Bekasi, Bogor, kab. Tasikmalaya, Kab. Ciamis, Kab. Garut, Kab. Purwakarta, Kab. Karawang, dan Kab. Cirebon, dengan jumlah responden 400 orang menggunakan metode penarikan sampel multistage random sampling.
Dari 400 responden tersebut, sebanyak 396 responden yang dapat diwawancarai secara valid, untuk kemudian dianalisis dengan margin of error rata-rata sebesar kurang lebih 5% pada tingkat kepercayaan 95%.
Survei ini dilakukan tanggal 20 sampai 30 April 2021 dengan memperhatikan protokol kesehatan.
"Dari apa yang kita dapatkan, ternyata pada dasarnya masyarakat Jawa Barat memiliki sikap toleransi yang cukup memadai. Hal ini ditunjukkan dengan mereka mau berteman, bermusyawarah, jual beli, berdialog dengan agama lain tidak jadi masalah," ucap Direktur Operasional dan Data Strategis IPRC Idil Akbar pada acara Toleransi dan Radikalisme di Jawa Barat: Expose Survei di 9 Kab/Kota Se-Jabar di Aston Pasteur Hotel, Rabu (9/6/2021).
Baca Juga: Presiden Jokowi Targetkan Satu Juta Vaksinasi Per Hari, pada Juli Mendatang
Idil menambahkan, dalam soal pendirian rumah ibadah pun responden tidak mempermasalahkan, kecuali yang sifatnya personal seperti menyatakan selamat hari raya keagamaan kepada umat, agama lain, memilih Presiden dan kepala daerah, atau soal membantu dalam bentuk dana untuk pembangunan rumah ibadah agama lain, yang menjadi persoalan dalam toleransi beragama pada masyarakat Jabar.
Dalam hasil survei ini, Idil menjabarkan, responden tidak memiliki persoalan terkait kesediaan berteman dan membantu penganut agama lain. 84,6% responden tidak menolak bertetangga dengan penganut agama lain. 71% responden pun bersedia berdialog dengan penganut agama lain dan menganggap hal ini sebagai hal yang lumrah.
"Menariknya, berkaitan dengan memilih presiden dari agama lain, kecenderungannya ternyata terbalik. Mereka tidak bersedia memilih calon presiden dari agama lain. Ada 66,9%
yang menyatakan tidak bersedia memilih presiden dari agama lain," ujarnya.
Idil menambahkan, 64,4% responden juga tidak bersedia atau keberatan memilih calon gubernur dari agama lain. Hanya responden Bekasi dan Purwakarta yang menyatakan tidak berkeberatan dipimpin oleh penganut agama lain.
"Untuk Bupati dan Walikota juga sama. 63,3% menolak dipimpin oleh penganut agama lain," tuturnya.
Berkaitan dengan acara keagamaan dan rumah ibadah, Idil mengatakan, 84,8% responden tidak menolak diadakannya acara keagamaan agama lain. 81,8% juga tidak menolak didirikannya rumah ibadah agama lain.
"Akan tetapi, 67,6% tidak bersedia membantu pembangunan rumah ibadah agama lain, walaupun mereka tidak berkeberatan jika ada pembangunan rumah ibadah agama lain. 67,6% juga tidak bersedia mengucapkan selamat kepada agama lain," kata Idil.
Walau begitu, tuturnya, 57,8% menyatakan setuju tidak boleh ada pelarangan dan penghentian terhadap pembangunan rumah ibadah. 73,5% juga tidak setuju terhadap bom bunuh diri dan bentuk-bentuk kekerasan atau terorisme lain yang berlandasan pada agama.
"Hasil temuan ini memberikan dua hal pada kami. Yang pertama masyarakat Jabar memiliki sikap toleran yang cukup tinggi dan cukup signifikan dalam konteks hubungan dan interaksi sosial dengan penganut agama lain. Yang kedua, berkaitan dengan radikalisme, masyarakat Jabar memiliki sikap yang cukup kuat untuk menolak semua bentuk-bentuk radikalisme kekerasan atas namanya," tegas Idil.
Melihat hasil survei ini, Kepala Badan Kesbangpol Prov. Jabar HR. Iip Hidayat menyatakan, ia sependapat dengan hasil survei IPRC. Ia pun yakin akan hasil survei ini, karena survei ini juga melibatkan Kesbangpol Kabupaten/Kota untuk mengawal kebenaran survei ini.
"Hasilnya, ialah bahwa kita sebetulnya dari sisi toleransi masih cukup bagus dan kuat, tinggal kita membina dan mengompakkan secara kolaborasi dengan masyarakat, bagaimana nilai toleransi akan terus hidup di Jabar," ucap Iip.
Iip mengatakan, beberapa survei sebelumnya mengungkapkan provinsi paling intoleren adalah di Jabar. Ia juga sudah mengundang pengelola lembaga survey tersebut untuk menanyakan alat ukur dan persepsi yang digunakan.
"Hari ini kita juga ingin mensurvei dengan kalangan akademis yang bisa dipertanggung jawabkan. Ternyata hasil survei mereka dengan kita beda, dan apa yang disurvei oleh kita, lebih banyak lagi," tuturnya.
Berkaitan dengan radikalisme, Iip menuturkan, tidak bisa dipungkiri bahwa beberapa media memberitakan penangkapan-penangkapan, seperti penangkapan teroris yang dilakukan Densus 88 dan lain-lain. Kesbangpol sendiri berupaya menghadapi radikalisme ini, baik kepada yang sudah terpapar (de-radikalisme) dan belum terpapar (kontra radikalisme).
"Yang sekarang kami perkuat adalah kontra radikalisme, pertama akan kami mulai dengan PNS Jawa Barat, baik melalui webinar dan pembinaan," kata Iip.
Menurut Iip, adanya pandemi COVID-19 ini, menjadi penghambat dalam penanganan radikalisme.
"Keterbatasan akibat COVID-19 ini membuat Kesbangpol tidak bisa menemui banyak orang secara langsung, sehingga langkah yang kami lakukan ialah menggunakan webinar dalam proses menghadapi radikalisme ini," tutupnya.
(Adi)
Baca Juga: Rumah-murah-Rp200-juta-dekat-gor-persib-GBLA dan Stasiun Kereta Cepat Tegalluar