- Pemerintahan
- 23 Nov 2024
Jakarta, Beritainspiratif.com - Benua Hitam, Afrika, memiliki banyak tempat yang lekat dengan sejarah peradaban Islam. Barawa salah satunya. Barawa adalah kota kuno yang membentang di sebelah selatan pesisir Somalia. Berdasarkan cerita rakyat yang menyebar dari mulut ke mulut, awal mula kota ini berasal dari rumah-rumah yang dibangun Aw Ali. Pria ini menetap di hutan yang terletak di antara bukit pasir dan pasir putih.
Dikutip Republika, begitu besarnya kecintaan Aw Ali terhadap hawa laut, ia pun meminta bantuan kepada orang-orang dari pedalaman untuk membuka hutan dan membangun beberapa rumah untuk dia dan keluarganya. Konon, rumah-rumah Aw Ali itu kini sudah terkubur dan berganti menjadi sebuah kota bernama Barawa Ban Aw Ali yang artinya Barawa, ruang terbuka Aw Ali.
Masyarakat Barawa menggunakan bahasa Chimbalazi yang dicampur dengan kosakata Tunni, Af-Maay, dan Af-Mahasa untuk percakapan sehari-hari. Sejarawan lokal menghubungkan asal-muasal masyarakat Barawa de ngan bangsa Arab, Mesir, India, Persia, bahkan Jawa. Namun, secara historis, masyarakat Barawa berasal dari etnis Wardaay (Bantu), Tunni, Wajiddu (Jiddu), Ajuuran, dan Wambalazi (Galla).
Semua etnis tersebut saling bertarung selama berabad-abad. Mulanya, etnis Tunni dan Jiddu membuat perjanjian tentang pembagian wilayah di Barawa. Kemudian, etnis Tunni menempati wilayah tepi barat Shabelle, sedangkan etnis Juddi menetap di tepi timur. Kedua etnis ini sepakat untuk mempertahankan kota mereka dari pengaruh orang asing.
Pada abad ke-10, orang asing pertama yang diterima oleh kedua etnis ini adalah kelompok pendatang Muslim, yakni Hatimi dari Yaman dan Amawi dari Sham (Suriah). Mereka datang ke Barawa untuk menyebarluaskan agama Islam sekaligus berdagang. Setelah kedatangan Hatimi dan Amawi, masyarakat kota ini menjadi makmur. Barawa pun menjadi salah satu pusat perkembangan agama Islam. Ulama Barawa mengundang banyak murid dari berbagai daerah untuk mempelajari Islam.
Tak heran, seorang cendekiawan Muslim, al-Idrisi, dalam salah satu tulisannya menyebut Barawa sebagai "Pulau Islam di Pesisir Somalia." Al-Idrisi antara lain bercerita tentang rancangan rumah penduduk Barawa yang terbuat dari karang. Diperkirakan, rancangan rumah tersebut dipengaruhi oleh gaya Arab dan Persia.
Ia juga mencatat, perdagangan di Barawa sangat ramai dan penuh dengan berbagai komoditas, baik lokal maupun mancanegara. Barawa juga terkenal dengan kerajinan tradisionalnya, seperti kain tenun aliindi atau kikoy, topi, peci barawa, sandal, perisai, ikat pinggang, furnitur, dan ragam peralatan dapur yang terbuat dari tanah liat.
Barawa juga tersohor dengan kerajinan ukir-ukirannya yang dibuat menjadi beragam produk, mulai dari tempat tidur pengantin sampai tatakan Alquran (rekal). Kota ini juga dikenal dengan kerajinan emas dan peraknya yang memukau.
Selain kerajinan, Barawa juga dikenal dengan gaya arsitektur rumah warganya yang khas. Setiap rumah dilengkapi dengan pekarangan, jalan yang luas, serta jendela lebar. Para wanita dan orang tua tidak perlu ke luar rumah apabila hendak berkunjung ke rumah lainnya. Sebab, Barawa memiliki banyak rumah bertingkat dua lantai yang saling terhubung dengan jembatan.
Kota ini dibagi menjadi empat bagian yang masing-masing bagiannya memiliki sebuah masjid utama. Untuk membangun rumah, masjid, atau bangunan lainnya, masyarakat memanfaatkan karang yang tersedia banyak di pantai untuk kemudian dijadikan semen. Karang-karang tersebut diangkut dengan gerobak unta lalu dibakar hingga menjadi semen. Cara ini dinilai lebih ekonomis daripada harus mengimpor.
(Kaka)