Pemuda, Sikap Radikal, dan Indonesia Jaya



Jakarta, Beritainspiratif.com - Andai pemuda tak radikal, tak akan ada Sumpah Pemuda pada 1928. Jika pemuda tak radikal, tak akan tumbang Orde Lama pada 1966. Bila pemuda tak radikal, tak akan tamat Orde Baru pada 1998.

Sejarah Itu

Apa radikal? Berdasar www.kbbi.web.id (diakses 28/10/2017, pukul 05.15), radikal punya tiga makna yaitu “secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip)”, “amat keras menuntut perubahan (Undang-undang, pemerintahan)”, dan “maju dalam berpikir atau bertindak”.

Sekarang, mari cermati pentas sejarah. Didorong oleh sikap radikal, pemuda selalu tercatat sebagai pelopor pendobrak tatanan yang rusak. Mereka bergerak dan menggantikan tatanan rusak itu dengan tatanan baru yang lebih baik. Atas catatan ini, tiga makna radikal dari www.kbbi.web.id di atas secara bersama-sama bisa dijadikan sandaran untuk menjelaskannya secara mudah.

Mari, buka sejarah bangsa ini. Sumpah Pemuda 1928 adalah salah satu tonggak terpenting sejarah Indonesia. Pada 28 Oktober 1928 pemuda Indonesia berikrar tentang tiga hal. Para pemuda itu menyatakan bahwa mereka se-Tanah Air, sebangsa, dan sebahasa. Sangat jelas, ini sikap yang radikal, sebab para pemuda itu “maju dalam berpikir atau bertindak”.

Terkait hal di atas, momentum proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 sulit dipisahkan dari kontribusi besar sikap radikal pemuda di tahun 1928 dengan Sumpah Pemuda-nya. Ketika itu, 1928, para pemuda membulatkan tekad untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia. Tekad mulia itu, lalu menjadi komitmen dari seluruh rakyat Indonesia untuk lebih bersungguh-sungguh meraih kemerdekaannya.

Pada 1945 proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Di peristiwa itu sosok Muhammad Hatta berperan sangat penting. Hatta lahir pada 12/08/1902 dan wafat pada 14/03/1980. Di antara hal yang menarik, mulai usia 15 tahun, pemuda Hatta telah aktif berorganisasi. Dia memulainya di Jong Sumatranen Bond Cabang Padang. Tampak, Hatta itu radikal karena sejak muda telah “maju dalam berpikir atau bertindak”.

Pada 1966 Indonesia bergolak. Rakyat menentang rezim Orde Lama. Di antara elemen perjuangan masyarakat yang berperan sangat penting dalam perlawanan ketika itu adalah KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Di KAPPI –antara lain- bergabung PII (Pelajar Islam Indonesia). Sementara, di KAMI –antara lain- bergabung HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Di 1966 itu, aksi kaum muda yang radikal yaitu “amat keras menuntut perubahan (pemerintahan)” bisa mengakhiri Orde Lama.

Pada 1998 Orde Baru harus berakhir karena tak mampu membendung gerakan reformasi yang ditulangpunggungi mahasiswa dan pemuda. Setelah tiga puluh dua tahun berkuasa, rezim Orde Baru tutup buku terutama karena tekanan aksi kaum muda yang radikal, yang “amat keras menuntut perubahan (pemerintahan)”.

Kemudian, bagaimana perspektif Islam atas sosok dan peran pemuda? Al-Qur’an memberi porsi yang cukup saat menggambarkan siapa dan peran apa yang bisa dimainkan pemuda. Misalnya, Al-Qur’an berkisah tentang Ibrahim As, sosok pemuda yang kuat dalam berdakwah. Dia berani menghancurkan berhala-berhala buatan bapaknya sendiri dan sebagai akibatnya dia harus berhadapan dengan Namrudz, penguasa zalim ketika itu. Alhasil, Ibrahim As itu radikal karena menegakkan agama “secara mendasar”.

Musa As adalah contoh yang lain. Dia pemuda yang haus ilmu. Kita ingat bagaimana sikapnya yang sangat antusias saat dia berguru kepada Nabi Khidir As. Kecuali itu, Musa As pun dikenal sebagai pemuda tanpa pamrih. Dia tak suka “obral jasa” dan lalu menagih “biaya investasi”-nya. Lihatlah ketika dia membantu dua wanita -anak Nabi Syu‘aib As- di saat mereka memberi minum ternaknya. Sementara, puncak karya pemuda Musa As adalah ketika secara radikal dia menghadapi Sang Tiran yang bernama Fir’aun.

Cermatilah Yusuf As. Dia pemuda yang mampu membendung godaan syahwat, sekalipun itu datang dari wanita kaya dan terhormat.

Untuk pilihan sikapnya yang teguh itu, diapun ikhlas saat harus dipenjara karenanya. Jelas, sikap Yusuf As ini radikal sebab dia memegang ajaran agama “secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip)”.

Berikutnya, lihatlah Maryam. Dia adalah contoh wanita muda yang mampu menjaga kehormatannya (tentang ini baca QS [21]: 91 dan QS [66]: 12). Sikap ini jelas radikal, sebab Maryam memegang teguh akhlaq “secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip)”.

Kisah-kisah di atas semua ada di Al-Qur’an. Jejak mereka terekam untuk menjadi i‘tibar (pelajaran) bagi generasi selanjutnya dan terutama bagi para pemuda. Kesemuanya, mengajarkan kita untuk radikal dalam beragama.

Mari, sejarah lebih kita buka lagi. Ternyata, pemuda-lah yang kali pertama menyambut positif kehadiran Islam. Setelah Khadijah menyatakan keislamannya, maka Ali bin Abi Thalib RA menyusul di hari kedua kerasulan Muhammad SAW. Ketika itu Ali RA berusia 10 tahun. Selanjutnya, sebagai pemuda, keberanian Ali RA tidak tertandingi. Alhasil, Ali RA adalah pemuda radikal sebab dia “maju dalam berpikir atau bertindak”.

Syarat Itu

Kapanpun, akan selalu berhadap-hadapan antara yang haq dengan yang bathil. Memang, ada jaminan yang haq akan menang. Tapi, itu harus didahului dengan perjuangan. Artinya, jika ada yang bathil atau kemunkaran, yang haq harus tampil meluruskannya. “Dan katakanlah: ‘Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap’.” (QS Al-Israa’ [17]: 81).

Intinya, jika ada yang bathil janganlah kita diamkan. Bergeraklah untuk mengatasinya. Sebab, sikap diam dari pihak yang haq akan memberi jalan mulus bagi kemenangan pihak yang bathil. Tentang ini, sudah lama M. Natsir menasihati kita, dengan mengatakan: “Satu-satunya yang diperlukan yang bathil untuk mencapai kemenangannya adalah asal saja yang haq tinggal diam, tak berbuat apa-apa”.

Kembali ke negeri ini. Wajah Indonesia sebagian sangat tergantung kepada sikap radikal para pemudanya. Maka, sungguh tak bisa kita mengerti jika ada yang berusaha untuk membatasi sikap radikal pemuda. Usaha tak patut itu akan semakin menjauhkan kita dari cita-cita mulia yaitu terwujudnya sebuah Indonesia yang Jaya. Jadi, ingatlah selalu, radikal itu penting dan perlu agar negeri ini maju.

Oleh M. Anwar Djaelani

Sumber: Suaramuslim.net

Berita Terkait