Fakta Selain Cinta NKRI, Empat Tokoh Pejuang Ini Ternyata Ulama dan Santri



Bandung, Beritainspiratif.com - Sejarah kemerdekaan Republik Indonesia tidak bisa dipisahkan dari campur tangan kalangan santri. Fakta membuktikan bahwa para santri, ulama, dan rakyat bersatu padu berperang melawan penjajah. Bahkan beberapa tokoh kemerdekaan RI ini berasal dari kalangan santri. Siapa saja mereka? Berikut kutipannya dari Suaramuslim.net.

• Pangeran Diponegoro

Pejuang yang dikenal dengan sebutan Pangeran Diponegoro ini adalah seorang santri dan penganut tarekat. Habib Luthfi bin Ali bin Yahya Pekalongan mengatakan bahwa Diponegoro seorang mursyid Thariqah Qadiriyyah. Nama lainnya adalah Abdul Hamid, dan nama panjangnya Kyai Haji Bendoro Raden Mas Abdul Hamid Ontowiryo Mustahar Herucokro Senopati Ing Alogo Sayyidin Pranotogomo Amirul Muminin Khalifatullah Tanah Jawi Pangeran Diponegoro Pahlawan Goa Selarong.

Kualitas spiritualnya yang tinggi menjadikannya begitu ditakuti oleh Belanda. Abdul Hamid yang lahir di Dusun Tegalrejo, Kecamatan Tegalrejo, Yogyakarta, ini menimba ilmu agama pertama kalinya di pesantren asuhan KH. Hasan Besari, Jetis Ponorogo. Dia juga memperdalam pengetahuan agamanya dari sejumlah guru yang tersebar di beberapa daerah lainnya.

Keberanian Putera Sultan Hamengkubuwono ke-III dari istri Pacitan, Jawa Timur ini begitu berani melawan penjajah Belanda dalam perang Jawa yang berlangsung selama 5 tahun (1825-1830M). Bahkan, konon kabarnya peluru penjajah tak mampu menembus jubah sang pangeran. Salah satu ulama kondang, Ustadaz Abdul somad bercerita dalam sebuah dakwahnya bahwa kualitas spiritualitas Pangeran Diponegoro ditunjukkan dengan keistiqomahannya dalam menjalankan sunnah. Seperti senantiasa menjaga wudhu’, berdzikir, dan membaca Al Quran, disamping menjalankan amalan wajib.

Itulah mengapa patung Pangeran Diponegoro di alun-alu Kota Magelang mengenakan jubah. Sementara kamar Diponegoro di eks-Karesidenan Kedu (Bakorwil), Magelang, disana bisa dijumpai 3 peninggalan penting sang pangeran. Ketiganya Al Quran, tasbih, dan taqrib matan Abu Syuja (kitab kuning yang biasa dipelajari di pesantren bermadzhab Syafii).

• Ki Hajar Dewantara

Tokoh satu ini namanya sangat familiar, khususnya di kalangan pelajar Indonesia. Beliau dikenal dengan julukan bapak pendidikan nasional. Santri Romo Kyai Sulaiman Zainudin dari Jogjakarta ini bernama lengkap Suwardi Suryaningrat. Layaknya santri pada umumnya, Ki Hajar Dewantara juga memperdalam pemahaman agama Islam melalui sang guru.

Sayangnya proses Ki Hajar Dewantara dalam mendalami Al Quran belum pernah tertuang dalam buku atau teks pelajaran di sekolah. Jargon yang begitu melekat dan menurun berbunyi Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Iya, ajaran Tut Wuri Handayani milik Ki Hajar Dewantara ini seakan tak pernah pudar ditelan masa.

• Habib Husein Muthahar

Dari yakin ku teguh

Hati ikhlasku penuh

Akan karuniaMu

Tanah air pusaka

Indonesia merdeka

Syukur aku sembahkan

Ke hadirat Mu Tuhan.

Ingat dengan bait lagu di atas? Bukankah kita dulu atau setiap pelajar di Indonesia selalu mendengarkan nyanyian tersebut saat pelaksanaan upacara bendera? Deretan lirik lagu yang begitu indah dan sarat akan makna itu ternyata buah karya seorang Sayyid asal Kauman Semarang yang juga merupakan cucu Nabi Muhammad saw. Pencipta lagu Syukur tenyata paman dari Habib Umar Muthahar SH Semarang.

Selain menciptakan karya seni yang begitu bernilai bagi Bangsa Indonesia, Habib Husein Muthahar juga diangkat menjadi Dirjen Pemuda dan Olahraga. Pemerintah juga memberikan kepercayaan padanya untuk menjadi Duta Besar di Vatikan, negara yang berpenduduk Katholik. Di negara yang hampir semua penduduknya beragama Katholik itu sang Habib berhasil mendirikan masjid.

Sebuah cerita menarik datang saat Habib Husein Muthahar yang sedang duduk mendengarkan suara adzan dzuhur. Tiba-tiba pikirannya selalu terngiang pada kalimat hayya ‘alasshalâh (mari dirikan shalat). Hingga shalat berjamaah telah usai namun penggalan adzan itu masih belum hilang dari pikirannya. Akhirnya, hatinya tergerak untuk menciptakan lagu yang cengkoknya mirip suara adzan, yaitu ada “Snya, “Anya, “Hnya, dan lahir

lahirlah sebuah maha karya berjudul “Hari Merdeka” yang selalu diputar saat perayaan 17 Agustus.

Jika beberapa waktu lalu, rakyat Indonesia dibuat gaduh dengan puisi salah seorang anak dari tokoh bangsa yang mengaku terganggu dengan suara adzan dan mengatakan bahwa kidung nyanyian ibu pertiwi lebih indah dari suara adzan. Maka hari ini rakyat Indonesia harus tahu bahwa suara adzan memiliki energi positif yang membangkitkan semangat patriotisme seseorang, sehingga mampu melahirkan karya yang begitu fenomenal dan bernilai.

• Douwes Dekker

Selain Ki Hajar Dewantara, kita juga mengenal tokoh pendidikan nasional lain bernama Douwer Dekker. Nama aslinya adalah Danudirja Setiabudi. Dia merupakan keturunan Belanda yang sengaja dikirim ke Indonesia untuk memecah belah bangsa pada saat itu.

Namun, niat Douwer Dekker rupanya berbalik arah saat dirinya berhubungan dengan para kyai dan santri. Dia justru menjadi keturunan Belanda yang bergabung dengan kelompok pergerakan bangsa Indonesia. Bahkan diceritakan semangat patriotismenya melebihi rakyat Indonesia. Dalam bukunya, Douwer Dekker pernah menuliskan,“Kalau tidak ada kyiai dan pondok pesantren, maka patriotisme bangsa Indonesia sudah hancur berantakan”.

Itulah tadi cuplikan tokoh bangsa yang berasal dari kalangan pesantren dan tentu masih banyak lagi pejuang-pejuang Muslim yang memiliki patriotisme tinggi bagi Bangsa Indonesia. Maka tak pantas lah jika secuil kelompok saat ini mengatakan bahwa urusan agama dan negara merupakan dua hal berbeda.

(Kaka)

Berita Terkait