- Pendidikan
- 08 Dec 2024
Lombok, Beritainspiratif.com - Mata Yono berkaca-kaca, ketika membayangkan rumahnya yang kini sudah rata dengan tanah. Gempa besar bertubi-tubi sudah membuat seluruh warga dusun Jorong, Sembalun Bumbung Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengungsi ke tenda sederhana beratap terpal.
Tak ada warga yang berani masuk ke dalam bangunan.
“Hampir semua rumah rata dengan tanah, termasuk rumah saya,” kenang Yono baru-baru ini.
Tak pernah terpikirkan dalam benaknya, kalau Lombok akan diguncang gempa dahsyat yang meluluhlantakkan kampung halamannya.
“Hanya Allah saja yang kami miliki sekarang. Yang bisa memberi kami keteguhan menghadapi semua ini,” kata Yono seperti dikutip Hidayatullah.
Ternyata, di balik kesulitan yang melanda Yono, di balik rumahnya yang hancur, di balik barang-barangnya yang rusak, di balik trauma akan gempa, ia masih menyisakan sedikit ruang untuk terus berbagi.
Yono, salah seorang petani yang ikut membagikan bawang hasil buminya, untuk para pengungsi di Lombok Utara. Dan kini, ketika Idul Adha 1439H/2018 tiba, lagi-lagi Yono ingin berbagi.
“Saya ingin berkurban!” katanya.
Yono tak sendiri. Ada puluhan warga Sembalun Bumbung yang rumahnya rata dengan tanah ingin berkurban. Inisiasi para pengungsi untuk berkurban ini dirampungkan di Masjid Darurat Ramah Gempa dusun Jorong.
Ustadz Sunardi, salah seorang pengungsi yang juga pengurus masjid sebelumnya yang sudah rusak, mengatakan, di tengah kesulitan yang menghampiri para pengungsi, mereka berkomitmen untuk tetap berkurban tahun ini.
“Warga akan tetap berkurban tahun ini,” kata Sunardi di hadapan masyarakat ketika membahas Idul Adha di pengungsian.
Apa bisa terbayangkan, seorang pengungsi, tak memiliki rumah, hidup dalam kesulitan, masih ingin berkurban?
“Alhamdulillah, dikumpul-kumpul, ada lima sapi kami dapati,” kata Sunardi.
Dia, dan juga warga Jorong masih teringat, ketika awal-awal membangun masjid darurat bersama para relawan, Jumat pertama pasca gempa pertama (6,4 SR) melanda, Ahad (29/07/2018).
Para ustadz di masjid itu mengingatkan tentang salah satu ciri orang bertakwa (QS: Ali Imran ayat 134 ) yang tetap berbagi, di saat lapang dan sempit. Maka, kita tahu bagaimana gerakan dari masjid beratap terpal ini.
Berpuluh-puluh ton sayuran, hasil panen warga dikirimkan untuk para pengungsi di Lombok Utara. Berduyun-duyun warga datang ke masjid, membawa apapun yang mereka miliki.
“Ya memang kami sedang sulit, tapi mungkin masih ada rezeki yang Allah berikan dari panen tanaman kami, atau ada yang memang sudah menabung ingin berkurban, maka mereka tetap berkurban,” kata Sunardi.
Saat lapang, kata Sunardi, warga bisa saja mudah berkurban. Tahun lalu, kata Sunardi, ada lebih dari 11 sapi untuk Dusun Jorong saja untuk berkurban. “Tahun ini, sementara kami hanya bisa mengumpulkan patungan 5 sapi,” tambahnya.
“Dan tahun ini, saat kondisi kita sulit, ini ujian untuk kami sebenarnya, apakah tetap berkurban atau tidak,” lirih Sunardi. Dan mereka pun, memilih untuk berkurban, Subhanallah!
Bisa saja, kata Sunardi, uang yang tersisa digunakan untuk –misal- membangun rumah, membeli kebutuhan sendiri, dan lainnya.
“Bisa saja sebenarnya seperti itu. Tapi sungguh kami rugi, rugi betul jika kondisi langka seperti itu, kami malah tidak berkurban,” tegasnya.
Sunardi mengatakan, berjuta hikmah di balik perintah kurban ini. Sebut saja, ketika Nabi Ibrahim yang diminta menyembelih Ismail, anak semata wayangnya yang telah lama dinanti.
Begitu berat Ibrahim untuk menyembelih puteranya sendiri. Namun, karena itu perintah Allah, ia tetap lakukan. Di ujung kisahnya, kita semua tahu bahwa Allah memuliakan mereka berdua dan menjadikan teladan.
Dan kini, teladan Ibrahim-Ismail abad ini mungkin saja hinggap di warga Dusun Jorong. Di tengah rasa trauma, di tengah kesulitan, di tengah tak memiliki harta benda apapun, mereka tetap berkurban!
Lantas bagaimana dengan kita?
(Kaka)
Ilustrasi: abulyatama.ac.id