- Pemerintahan
- 23 Nov 2024
Jakarta, Beritainspiratif.com - Anjlok nilai tukar rupiah ke level Rp 14.800 per dolar AS merupakan rapor terburuk selama era Reformasi.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Bimata Politica Indonesia (BPI), Panji Nugraha di Jakarta, Jumat (31/8).
Panji menilai, pemerintah harusnya memiliki langkah pencegahan untuk menekan keperkasaan dolar AS, salah satunya dengan memperbanyak kuota ekspor.
“Akan tetapi sangat disayangkan pemerintah tidak mampu merespon gejala pelemahan rupiah yang kian kritis dengan membuka impor 2 juta ton beras dan gula dengan target 3,6 juta ton di saat stok beras dan gula masih surplus di dalam negeri,” terangnya ditulis Aktual.
Panji menjelaskan, anjloknya rupiah bukan hanya dimaknai sebagai ekses dari perang dagang AS dan China saja. Pelemahan rupiah perlu dikaji bukan hanya dari faktor eksternal tetapi faktor internal khususnya soal perdagangan.
“Untuk mengangkat rupiah agar perkasa fundamental ekonomi Indonesia perlu diperbaiki khususnya soal pengelolaan ekspor impor, tetapi persoalan tersebut seolah dihiraukan, Menteri Perdagangan era Presiden Jokowi malah membuka keran impor yang justru akan membuat perekonomian Indonesia semakin terpuruk,” tutur Panji.
Selain itu, ia pun mengaku heran dengan inkonsistensi pemerintah. Pembatasan impor yang dikehendaki Ditjen Perdagangan Luar Negeri justru ditanggapi oleh Kementerian Perdagangan yang mengeluarkan kebijakan impor beras dan gula.
“Seharusnya melihat kondisi ekonomi makro Indonesia yang tidak tentu arahnya Jokowi mampu memanajemen para menteri-menteri dan pejabatnya agar tidak jalan sendiri-sendiri,” terang Panji.
Pasalnya, kebijakan yang inkonsistensi jelas akan dicatat sebagai kebijakan negatif oleh pasar yang pada akhirnya pertumbuhan ekonomi akan stagnan atau jalan di tempat di angka 4-5 persen.
“Artinya jika tidak ada pertumbuhan ekonomi yang baik, investor pun akan enggan untuk investasi di Indonesia,” demikian Panji.
(Kaka)