- Pemerintahan
- 11 Dec 2024
Bandung, Beritainspiratif.com - Pusat Artificial Intelligence Institut Teknologi Bandung, melalui Webinar Series yang diadakan Rabu, 13 Mei 2020 menjelaskan penelitian terbarunya tentang “AI untuk Deteksi COVID-19 Berdasarkan CT-SCAN dan X-RAY.” Prof. Dr. Ir. Bambang Riyanto Trilaksono sebagai Guru Besar di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB sekaligus Direktur Laboratorium Advanced Robotics Research ITB menjelaskan perkembangan penelitian tersebut.
“Kita juga mengetahui bahwa ada alat uji lain yaitu Rapid Test dan PCR (untuk tes COVID-19) yang sudah diterapkan di beberapa negara termasuk di Indonesia, tetapi tes ini masih menghasilkan false negative dan false positive pada pengujiannya,” jelas Prof. Bambang Riyanto mengenai latar belakang penelitian ini. Ia menjelaskan, hasil dari penelitian ini nantinya akan bersifat komplemen (penyempurna) terhadap jenis tes lainnya yang sudah ada.
Prof. Bambang yang menjabat Ketua Sub-Taskforce Informatika dan AI untuk Deteksi COVID-19 pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), itu mengutarakan bahwa studi ini sudah lebih dahulu dilakukan di negara China yang menyatakan bahwa CT-SCAN dan X-RAY dapat dimanfaatkan untuk mendiagnosis COVID-19. Hal tersebut memiliki keunggulan dengan sensitifitasnya yang relatif tinggi kemudian dapat digunakan untuk mendahului uji lab virus.
Prof. Bambang juga mengatakan, bahwa kita tengah berhadapan dengan kelangkaan tenaga medis termasuk radiolog. Sehingga dalam hal ini, AI dapat berperan dalam proses identifikasi pasien yang diduga terpapar COVID-19 menggunakan hasil CT-SCAN dan X-RAY.
Secara umum AI melakukan perbaikan terhadap sistem kerja atau prosedur dalam proses yang harus dilakukan oleh radiolog. Menurut Prof. Bambang, secara manual proses deteksi COVID-19 pada CT-SCAN dan X-RAY dapat dilakukan hingga 15 menit oleh seorang radiolog. Namun, dengan bantuan sistem deteksi yang dibangun dengan AI, hal tersebut dapat dilakukan dalam 1-2 menit.
AI pada penelitian ini diterapkan melalui machine learning dan deep learning. Secara sederhana Prof. Bambang menjelaskan hal tersebut dikembangkan dari bentuk komputasi sederhana. Model komputasi sederhana tersebut diadaptasi dari sistem kerja neuron yang ada pada otak manusia. Neuron dianggap sebagai bentuk komputasi paling sederhana pada manusia.
“Salah satu objek yang ditinjau adalah Ground Glass Opacity (GGO), yaitu berupa selaput lendir yang terbentuk pada paru-paru pasien terdampak COVID-19. GGO ini nantinya dapat divisualisasikan pada citra hasil pengolahan untuk menunjukkan lokasi paru-paru terdampak yang kemudian luasnya dapat ditentukan. Selain itu, pendeteksian COVID-19 juga memperhatikan aspek-aspek lainnya seperti posisi dan luas konsolidasi,” ujar Prof. Bambang.
Sejauh ini, teknologi AI yang dikembangkan dalam penelitian ini sudah memiliki antarmuka yang memudahkan dalam penggunaannya. Namun untuk akurasi dalam proses pengklasifikasian citra CT-Scan dan X-Ray masih dalam tahap pengembangan. Model yang telah dibuat sudah dilatih dengan data set yang tersedia secara online.
Pada model machine learning, pengembangan dilakukan menggunakan data set pasien COVID-19 dari Italia yang sejauh ini terdapat lebih kurang 160 data. Namun, untuk meningkatkan akurasi pada pemrosesan citra tersebut masih membutuhkan hasil CT-SCAN dan X-RAY dari dalam negeri.
“Saat ini kami juga menghadapi satu challenge dalam rangka mengumpulkan data set dari dalam negeri, dari rumah sakit di Indonesia,” ujarnya dilaman resmi ITB.
Hal itu iya sebutkan karena dalam proses tersebut harus memperhatikan beberapa hal seperti kode etik dan penandatangan MoU dengan rumah sakit terkait. Namun, Prof. Bambang telah menargetkan dalam satu setengah bulan ke depan penelitian ini dapat diselesaikan. (*)