- Pemilu & Pilkada
- 23 Nov 2024
Bandung, Beritainspiratif.com - Meskipun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2019, Jawa Barat meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI namun Fraksi Partai Golkar DPRD provinsi Jawa Barat belum cukup puas.
Pasalnya, masih ada potensi kerugian negara akibat ketidak-taatan terhadap peraturan perundang-undangan dalam pelaksanaan APBD.
Baca Juga:Gugus-tugas-covid-19-dibubarkan-diganti-satgas-inilah-tugasnya
Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Jawa Barat H. Yod Mintaraga mengatakan suka tidak suka, tahun 2019 (Jabar) dapat WTP lagi yang ke 9. Tapi tetap saja ada yang harus diperbaiki.
"Kita tidak cukup puas dengan perolehan predikat itu, karena masih ada hal yang harus diperbaiki," katanya usai Rapat Paripurna DPRD Jabar dengan agenda Pandangan Umum Fraksi-fraksi DPRD Jabar terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2019, Senin (20/7/2020).
Menurut politisi senior partai Golkar tersebut, pada tahun anggaran 2019 terdapat potensi kerugian negara sebesar Rp220 miliar.
Hal itu antara lain akibat ketidak-taatan terhadap peraturan dalam pelaksanaan APBD, adanya kelebihan bayar dan kekurangan volume karena pekerjaan tidak sesuai spek.
"Walaupun kita memperoleh WTP, kan tercatat ada 54 permasalahan kekurangan penerimaan dan ketidak taatan yang menyebabkan kerugian negara," ujarnya.
Menurut Yod Mintaraga, dalam Pertanggung-jawaban Pelaksanaan APBD (P2APBD), ia tidak melihat laporan manfaat atau output dari setiap program kegiatan.
Seharusnya sambung dia, laporan tidak hanya terfokus pada daya serap keuangan, tapi diimbangi pula dengan manfaat dari program kegiatan tersebut.
"Direalisasikan uangnya terserap segitu, outputnya seperti apa. Manfaatnya apa. Ini yang mesti dipertajam lagi. Saya belum baca di P2APBD," imbuhnya.
Ia juga mempertanyakan perbedaan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (SiLPA) APBD Provinsi Jabar tahun anggaran 2019 hasil audit BPK dengan yang dicantumkan pada APBD tahun 2020. Perbedaannya, sebesar Rp1,2 triliun.
"Waktu kita menyusun APBD 2020, SiLPA tahun 2019 adalah Rp4, 512 triliun yang bisa diluncurkan lagi di tahun 2020. Ternyata setelah diaudit oleh BPK, hanya Rp3, 289 triliun. Ada perbedaan Rp1, 222 triliun. Harusnya sama kan," ucapnya.
Yod menambahkan, adanya perbedaan SiLPA itu berarti punya utang untuk menutupi 2020, karena sudah terprogram dengan berbagai jenis kegiatan baik belanja langsung/ tidak langsung, di OPD maupun dalam bentuk hibah atau bantuan keuangan kota/ kabupaten
"Dengan adanya selisih tersebut pasti kan ada cutoff terhadap program-program. Sudah cutoff untuk program, diperlukan untuk biaya pandemic lagi. Makin habis," pungkasnya.
(Ida)