- Pemerintahan
- 23 Nov 2024
Jakarta, Beritainspiratif.com - Di masa kolonial, Gubernur Jenderal Daendels pernah mengeluarkan kebijakan penjualan tanah untuk mengatasi defisit keuangan pemerintahan Belanda karena pengeluaran yang membengkak. Pengeluaran terbesar dipakai untuk biaya pegawai dan tentara, biaya peperangan dengan raja-raja di Jawa, hingga pembuatan Jalan Anyer-Panarukan.
Karena itu, sejumlah tanah yang dikuasai Belanda, termasuk Probolinggo, dijual kepada pihak swasta. Kebijakan ini diambil memperhatikan saran van Ljsseldijk, seorang pejabat Kumpeni yang pada akhir abad ke-18 mengadakan peninjauan ke Probolinggo.
Baca Juga:Ketua-tp-pkk-dan-fbs-kota-bandung-salurkan-bantuan-di-lokasi-banjir
Namun, karena membutuhkan uang cepat dan uang logam masih langka, pemerintah Belanda akhirnya menerbitkan surat berharga dengan jaminan uang perak senilai tanah Probolinggo pada 1810. Surat berharga inilah yang disebut uang kertas Probolinggo.
Daerah Probolinggo dijual kepada konglomerat Cina bernama Han Ti Ko senilai 1 juta Rijksdaalder atau 1 juta ringgit. Pembayarannya dapat dicicil 10 tahun. Setiap bulan Juni pembeli diharuskan mengangsur sebesar 50.000 ringgit dan pada bulan Desember sebesar 50.000 ringgit, sehingga lunas dalam 20 kali angsuran. Pembeli sudah harus mulai mengangsur pada akhir tahun 1811.
Uang ini berisi tulisan berbahasa Belanda dan Arab Melayu, ditandatangani pejabat berwenang dan dibubuhi cap ”LN” atau Lodewijk Napoleon. Waktu itu kerajaan Belanda berada di bawah kekuasaaan kekaisaran Perancis pimpinan Napoleon.
Dikutip dari buku Oeang Nusantara karya Uno, yang dilansir di laman Departemen Komunikasi BI Selasa, (22/12/2020), disebutkan bahwa uang kertas Probolinggo terdiri atas enam nominal, yakni 100, 200, 300, 400, 500, dan 1000 ringgit atau rijksdaalders. Penanda tangan uang adalah M.W. van Hoesen dan J.C. Romswinkel.
Sementara itu, Sang pembeli, Han Ti Ko, menerima hak atas semua hutan jati dan dibebaskan dari semua penyerahan wajib serta tanaman paksa. Ia juga kemudian memperoleh gelar Mayor Cina, mendapat izin membawa senjata, dan menjadi tuan tanah Probolinggo setingkat Bupati.
Penduduk setempat menyebutnya Babah Tumenggung. Babah adalah sebuatan bagi orang Cina kaya yang menetap di Hindia Belanda. Babah Tumenggung dapat diartikan sebagai bupati keturunan Cina.
Yanis
Baca Juga: