- Pemerintahan
- 23 Nov 2024
Bandung, Beritainspiratif.com -Dalam islam para ulama fiqih menemukan urutan masalah atau fiqih prioritas. Fiqih prioritas adalah cabang ilmu fiqih yang membahas amalan apa yang sebaiknya didahulukan atas amalan-amalan lainnya. Fiqih prioritas ini membahas mana yang baik dan mana yang lebih baik. Mana yang buruk dan mana yang lebih buruk.
Dengan fiqih prioritas, umat muslim akan dapat mengamalkan ajaran Islam dengan cermat dan efektif.
Begitu pula dalam hal pendidikan. Ada pendidikan yang sedini mungkin harus diajarkan dan ada pendidikan yang harus menunggu waktu-waktu tertentu untuk diajarkan. Orang tua dan juga pendidik semisal guru, ustadz, dan pendidik lainnya, harus memahami hal ini. Sehingga pendidikan yang diberikan lebih efektif dan mengena. Banyak terjadi, karena kecakapan yang kurang dalam masalah prioritas, guru mengajarkan hal-hal yang tidak penting dan meninggalkan hal-hal yang penting. Atau juga mengajarkan hal yang penting namun meninggalkan hal yang lebih penting.
Hal-Hal yang Menjadi Prioritas Pengajaran
Yusuf al-Qardhawi menyebutkan bahwa misi para nabi adalah mengajarkan tiga hal penting. Ketiga hal ini harus diprioritaskan atas hal-hal yang lainnya dan hendaknya ketiga hal tersebut adalah pelajaran pertama yang diterima oleh anak didik. Ketiga hal tersebut merupakan intisari dari risalah para nabi. Ketiganya adalah: dakwah tauhid, dakwah iman kepada hari akhir, dan dakwah menyeru kebaikan.
•Pertama, Tauhid. Inilah yang pertama kali harus diajarkan kepada siapa pun. Termasuk anak-anak. Tauhid merupakan kunci dari semua kunci. Puncak ilmu dari semua ilmu. Ibarat rumah, maka tauhid adalah dasar bangunan. Jika dasar rapuh, rumah akan rapuh. Jika kuat, rumah akan kuat.
Tauhid adalah dakwah para nabi dan rasul. Semenjak Allah mengangkat Nuh alaihi salam sebagai rasul sampai Allah mengutus Muhammad saw. sebagai penutup nabi dan rasul, kesemuanya membawa satu risalah, yaitu risalah tauhid. Dalam banyak ayat Allah menerangkan akan esensi dakwah tauhid para nabi dan rasul.
Dalam surat Hud, Nuh as. menyeru kepada kaumnya “Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan.” Begitu pula nabi-nabi setelahnya. Menyerukan hal yang sama yakni tauhid. Sebagaimana ayat yang sering dijadikan Rasulullah hujjah ketika beliau menyurati para penguasa Timur Tengah:
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (Ali-Imran: 64)
Inilah dakwah para rasul yang utama. Maka seyogianya, setiap pendidik muslim, yang diajarkan kepada anak didiknya adalah ketauhidan. Sebab tauhid adalah kunci dari surga. Siapa yang tidak mendapatkan tauhid, tidak akan pernah mencicipi bau harum surga.
•Kedua, Iman kepada hari akhir. Setalah mengetahui hakikat tauhid, maka pelajaran kedua yang diprioritaskan atas yang lainnya adalah keimanan kepada hari akhir. Mengapa demikian? sebab dengan keimanan kepada hari akhir, seseorang akan mengetahui kenapa dia harus dilahirkan ke dunia, dan kenapa diperintahkan ini dan itu di dunia.
Manusia harus paham akan hari akhir. Mengimani bahwa setelah hari akhir ada kehidupan yang lebih abadi dan lebih baik dari pada kehidupan di dunia. yang mana kehidupan yang lebih baik tersebut tidak akan didapat kecuali dengan kebaikan di alam dunia.
Dengan kesadaran bahwa suatu saat dia akan mati, maka seseorang akan sadar bahwa hidup aslinya bukan di dunia melainkan di akhirat. Dia juga akan sadar dengan pendidikan para guru bahwa di akhirat hanya ada dua tempat; surga dan neraka. Jika ia tidak di surga maka ia di neraka. Jika ia tidak di neraka berarti ia di surga. Insan mana yang tidak menging
menginginkan surga?
Dengan pemahaman bahwa akan ada kehidupan setelah kematian, dan kehidupan tersebut lebih nikmat dari kenikmatan dunia dan lebih sengsara dari kesengsaraan dunia, dia akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan kenikmatan hari akhir.
•Yang ketiga, adalah pendidikan untuk beramal kebaikan. Baik dan berbuat baik adalah fitrah manusia. Maka pendidikan berfungsi untuk menjaga kebaikan tersebut dan jangan sampai ternodai oleh kesyirikan dan kezhaliman. Semua nabi dan semua rasul dalam berbagai risalah langitnya telah memerintahkan para kaumnya untuk berbuat baik. Misalnya kaum Madyan. Kaum Madyan adalah kaumnya Nabi Syu’aib. Nabi Syu’aib memerintahkan kaumnya untuk tidak berlaku curang dalam timbangan dan takaran. Nabi Luth memerintahkan kaumnya untuk tidak bersyahwat terhadap satu jenis. Dan juga Nabi Muhammad yang dalam Al-Quran menganjurkan bahkan memerintahkan kita semua untuk melakukan kebaikan dan berusaha sekuat tenaga untuk menjauhi keburukan dan kezhaliman.
Tiga hal tersebutlah yang harus diutamakan untuk diajarkan oleh seorang pendidik atau murabbi sebelum mengajarkan hal-hal yang lainnya. Tidak akan ada manfaatnya jika seorang pendidik mampu mendidik anaknya menjadi ahli kimia, ahli fisika, dan lain-lain, namun dia gagal mengajarkan ketauhidan, akhirnya anaknya bermain syirik. Dia juga gagal mengajarkan sopan santun, sehingga akhlak pergaulannya dengan sesama sangat buruk. Semoga Allah mengaruniai kita kekuatan dalam mendidik hawa nafsu kita dan anak-anak didik kita. Amin.
(Kaka)
Sumber: dakwatuna.com
Ilustrasi: Selasar.com