- Pemilu & Pilkada
- 06 Dec 2024
Bandung, Beritainspiratif.com – Kasus ini merupakan kisah nyata dan dialami sendiri oleh pelakunya.
Suatu pagi Rabu (8/8/2018) (Sebut saja X) mendapat telepon dari biro jasa pengurusan perpanjangan STNK/BPKB bahwa surat-surat perpanjangan STNK/BPKB dan Plat nomornya sudah selesai, silahkan datang dan diambil.
X pun berangkat dengan kendaraan roda empat yang surat-suratnya diperpanjang tersebut.
Saat diperjalanan dengan jelinya polisi melihat bahwa plat nomor ini sudah habis masa berlakunya, X pun diberhentikan dan diminta untuk memperlihatkan surat-surat.
Karena mobil ini sedang dalam pengurusan, maka ditunjukanlah surat keterangan dari biro jasa dan SIM A Kendaraan roda empat.
Saya katakan bahwa saya dalam perjalanan menuju biro jasa untuk mengambil STNK dan plat nomor yang baru.
Hal tersebut sudah saya yakinkan dengan menunjukkan whatsapp dari biro jasa yang isinya agar saya segera mengambilnya.
Setelah berdebat sekian lama, polisi pun mempersilahkan untuk mengambil surat-surat tersebut, namun SIM A ditahan (mungkin polisi, ingin meyakinkan kebenaran ucapan), saya pun melanjutkan perjalanan ke biro jasa dan kembali ke pos polisi sambil menunjukkan STNK dan Plat nomor yang baru, dengan harapan tidak jadi ditilang, namun apa dikata polisi tersebut tetap memutuskan ditilang meskipun melalui perdebatan panjang.
Karena ini tilang dan sidang pertama, maka X pasrah saja dan sekalian ingin mengetahui prosesnya.
Sidang akan berlangsung pada hari Jumat, (24/8/2018), ujar Brigadir U (anggota Lantas Polrestabes Bandung).
Selang 4 hari setelah ditilang mendapatkan SMS dari e-Tilang yang isinya agar melakukan penyetoran denda tilang sebesar Rp.500 ribu, agar disetorkan 4 hari menjelang sidang (19/8/2018), denda tersebut telah saya setorkan ke bank BRI.
Pada saat ditilangpun, petugas polisi memberikan informasi soal kesalahan yang diperbuat dengan memperlihatkan pasal-pasal yang berlaku sesuai undang-undang, kemudian memberikan surat tilang warna biru (mengakui kesalahan) .
Jika slip merah surat tilangnya, maka pengendara dianggap tidak mengakui kesalahannya.
Padahal saya sendiri tidak pernah mengakui kesalahan tersebut.
Proses di Pengadilan
Menjelang sidang di hari H (24/8/2018) di Kejaksaan Negeri, pada pagi harinya saya terlebih dahulu untuk melihat besarnya denda tilang sebesar Rp.75 ribu (padahal saya sudah setor Rp. 500 ribu sesuai SMS e-tilang) dan saya pun ke Kejaksaan Negeri Bandung untuk menyelesaikan denda dengan jadwal sidang pukul 13.30 wib.
Karena ini pengalaman pertama, saya tidak mengetahui bahwa SMS untuk setor denda tilang tidak perlu disetorkan tetapi dapat dilakukan di Kejaksaan Negeri (atau tunai langsung).
Dengan antrian yang begitu panjang (+/- 600 orang yang kena tilang) , sambil ngobrol dengan pengantri lainnya dikatakan salah seorang pengantri, “seharusnya tidak usah setor dulu”.
Saya datang agak duluan, sehingga kebagian antrian No.149.
Proses panggilan pun berjalan cepat, sekali dipanggil 20 orang dan didalam ruangan pun hanya sedikit diberi pengarahan dan membayar denda untuk SIM sebesar Rp.75 ribu dan STNK Rp.125 ribu, tidak sampai 30 menit saya pun sudah selesai melakukan pengurusan, meski sisa antrian masih panjang.
Karena SIM A yang ditahan dengan denda Rp.75 ribu dan saya sudah menunjukan bukti setoran sebesar Rp. 500 ribu, maka ada kembalian sebesar Rp. 425 ribu, namun tidak dapat diambil di Kejaksaan Negeri, melainkan harus kembali hari Selasa, (28/8/2018) untuk mengambil surat pengantar dari Kejari ke BRI Pusat di alun-alun Bandung.
Tidak begitu lama sayapun diberikan sisa uang tilang sebesar Rp. 425 ribu dari BRI.
Di dalam sistim e-tilang, yang bertujuan memberikan kemudahan, seharusnya tidak perlu dicantumkan jumlah uang yang harus disetor oleh pelanggar, mengingat akan menyulitkan pelanggar jika terjadi kelebihan bayar dan waktu untuk pengurusan ke BRI, karena denda dapat dilakukan pembayaran tunai di Kejaksaan Negeri.
Saya pun menyayangkan adanya orang-orang disekitar kantor Kejari yang menawarkan jasa melakukan pengurusan ke dalam, tanpa harus mengikuti sidang dengan memasang tarif Rp. 200 ribu.
Namun tidak berlaku bagi saya, karena pengurusan pada kasus saya ini ada uang yang harus dikembalikan, sehingga pengurusan oleh oknum tersebut tidak dapat dilakukan.
Semoga dapat menginspirasi pihak yang berwenang dan bermanfaat bagi pembaca.
Yanis