- Ragam
- 24 Nov 2024
Bandung, Beritainsliratif.com - Membahas Sejarah, Islam, dan kebudayaan, seringkali pembahasanyaa terpisah dan seolah dibeda-bedakan, hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam UIN Bandung, Samsudin.
Menurutnya, kajian Islam, sejarah, dan kebudayaan idealnya perlu disatukan sehingga masyarakat bisa memahaminya secara seimbang.
Hal itu disampaikan Samsudin saat ditemui Beritainspiratif.com disela-sela kegiatan seminar international yang mengusung tema 'Histori and Development of Islamic Culture in Asia and Africa'. Seminar tersebut digelar di Auditorium Badan Pengelola Taman Budaya Jawa Barat, Jalan Dago Utara Kota Bandung, Senin (22/10/2018).
"Kita ingin menjelaskan bahwa aspek aspek kebudayaan, kesejarahan, keislaman itu banyak yang bisa diambil, kaca mata sejarah dan budaya ini, akan memberi suatu kontribusi, bukan hanya jadi cerita masa lampau, tapi sejarah bisa dijadikan gambaran analisis untuk hari ini dan ke depan, artinya perlu ada keseimbangan dalam membahas Islam, sejarah dan budaya," jelasnya
secara keilmuan, lanjut Samsudin, ruang lingkup ilmu sejarah itu seringkali terbatas pada kajian tokoh, periodisasi, kisah-kisah, tapi kurang mengkaji aspek kebudayaanya. "Melalui seminar ini kita ingin sejarah, Islam, dan kebudayaan sama-sama dikaji secara seimbang," jelasnya.
Pihaknya menjelaskan, sejumlah tokoh peradaban masa lalu juga melakukan hal yang sama, yakni berupaya menyeimbangkan antara sejarah Islam, dan kebudayan.
"Kita lihat kisah para wali mereka memiliki gelar 'Sunan' diawal namanya, contoh, Sunan Gunung Djati, Sunan Ampel, dan lainya, gelar tersebut disematkan lantaran mereka memiki cara tersendiri dalam berdakwah," jelasnya
Samsudin bercerita, bahwa para wali menyampaikan pesan Islam dalam pagelaran wayang. "Dulu para wali menggunakan wayang sebagaj alat berdakwah, disinilah kebudayaan disajikan secara seimbang dengan nilai-nilai keislaman, ditambah lagi, pesan dalam pagelaran wayang tersebut seringkali memiliki filosofi sejarah," paparnya.
Karenanya, Samsudin menyayangkan bila saat ini seringkali ditemui konflik di masayarakat akibat pemisahan budaya dan sejarah Islam.
"Saya kecewa bila di masyarakat ada pandangan bahwa Islam itu terpisah dengan budaya, bahkan ada pihak yang menyebut budaya itu dekat dengan musyrik dan sebagainya, padahalkan belum tentu," ungkapnya.
Syamsudin berharap, para akademisi dan tokoh masyarakat harus mampu mengemas pesan-pesan keislaman dengan kebudayaan secara ringan agar masyarakat mudah menerimanya.
"Kalau kita lihat budaya musik di Indonesia misalnya, penggemar musik di Indonesia sangat tinggi, tinggal bagimana para musisi bisa mengemas pesan Islam dalam musik, kita tahu band legendaris Bimbo, saya kira itu representasi keseimbangan Islam dan budaya masa kini," katanya.
Terkait seminar, Samsudin berambisi tahun depan akan digelar seminar international yang mengkaji sejarah kebudayaan Islam dengan ruang lingkup dunia. "Semoga tahun depan seminar interntional ini tidak hanya cakupan Asia dan Afrika tapi dunia, tinggal nanti kita cari pematerinya, minimal satu orang dari satu benua," tandasnya. (Tito).