- Pemilu & Pilkada
- 22 Nov 2024
Bandung, Beritainspiratif.com - Masyarakat wajib memahami aturan-aturan tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) agar tercipta hubungan industrial dan kemanfaatan yang baik antara pekerja dan pemberi kerja. Penyelundupan hukum dan praktek pelanggaran ketentuan ketenagakerjaan menyangkut pekerja PKWT masih kerap terjadi, sehingga proses edukasi hukum bagi masyarakat sangat diperlukan.
Hal itu diungkapkan pendiri OLECO, I Wayan Gunada, SH, MH dalam seminar daring yang diadakan Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB) bekerjasama dengan OLECO.
Seminar itu mengupas tentang aturan PKWT dalam gig era. Selain I Wayan Gunada, SH, MH, hadir sebagai nara sumber Professor Aurik Gustomo Wakil Dekan Akademik SBM ITB, Wakil Dekan Sumberdaya SBM ITB Reza Ashari Nasution, PhD, dengan moderator Legal Specialist dan dosen SBM ITB, Emilia Fitria, SH, MBA.
Gunada mengatakan, calon pekerja dan pekerja yang memahami aturan PKWT dengan baik diharapkan mampu memberi penegasan atas hak dan kewajiban masing-masing. Disamping itu perspektif peran pekerja sebagai sumber daya manusia yang mendukung keberhasilan tujuan pemberi kerja juga perlu diperkuat. Dengan demikian, pemberi kerja dapat memandang pekerja sebagai modal atau aset berharga.
Baca Juga: Kemenag Siapkan Anggaran Sebesar 399,9 Miliar, untuk Bantu 2.666 Madrasah
Di tahun 2020 lalu, beberapa ketentuan tentang PKWT dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah diubah oleh Omnibus Law. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terdapat perubahan ketentuan yang menarik untuk dibahas.
"Terdapat aturan yang cukup menguntungkan bagi pekerja PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau pegawai kontrak. Salah satu contoh aturan yang memihak pekerja PKWT adalah aturan tentang uang kompensasi," ujar Gunada.
Selain itu, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021, secara khusus mengatur tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Peraturan Pemerintah ini memuat aturan yang sangat tegas terkait dengan peran pekerja PKWT dalam dunia kerja.
Kebutuhan tenaga PKWT tidak bisa dihindari, seperti di sektor pemerintahan, PKWT ditemukan di jenjang karir awal. Namun, PKWT juga sudah masuk di jenjang kerja atas yang membutuhkan skil tinggi, seperti konsultan. Namun, perekrutan PKWT pekerja dengan skil tinggi belum diatur pemerintah.
Sementara itu, Aurik Gustomo, memaparkan tentang penerapan Gig Economy. Gig ekonomi merupakan sebuah tren ekonomi tenaga kerja dimana perusahaan cenderung merekrut tenaga kerja lepas (freelancer).
Perusahaan berbasis layanan digital bisnis yang pekerjaannya berbasis hasil menerapkan PKWT, seperti ojek online. Sementara pekerja dengan skil tinggi seperti programmer, website designer, dan konsultan bisnis.
Menurut Aurik, gig ekonomi didorong oleh aplikasi digital yang semakin berkembang. Cirinya, kontrak jangka pendek dan tidak permanen, pekerjaan sampingan bagi sebagian orang, dan fleksibilitas atau eksploitasi.
Sisi positif dari gig ekonomi yakni menawarkan otonomi dan fleksibilitas dalam bekerja, meningkatkan partisipasi pekerja dan mengurangi penganguran. Selain itu, semakin banyak pilihan jasa pekerjaan yang ditawarkan sehingga mendorong inovasi dan kompetisi.
"Ini hal yang lumrah, analogi di monopoli kita tidak bisa menawar harga dan lain, maka di gig economy perusahaan dan individu bisa punya pilihan, memiliki daya tawar yang tinggi. Perusahaan juga dapat memilih kandidat yang baik," ucap Aurik.
Berdasarkan survey Mckinsey 2016, sebanyak 162 juta atau 20% sampai 30% masyarakat Eropa dan Amerika pernah terlibat gig economi. Intuit report 2020 mengestimasi 80% perusahaan besar di AS akan meningkatkan rasio pekerja gig di perusahaan mereka dalam beberapa tahun ke depan.
Tantangan
Meski demikian, implementasi gig ekonomi memiliki sejumlah tantangan. Tantangan hilangnya jenjang karir atau paling tidak jenjang karir menjadi lebih fleksibel, budaya pembelarajan yang menurun karena pekerjaa merasa program pembelajaran yang diarahkan oleh perusahaan tidak lagi relevan), hingga hubungan pekerjaan menjadi semakin transaksional. Selain itu, berkurangnya komitmen jangka panjang antara perusahaan dan pkerja, termasuk diantaranya ikatan kekeluargaan dan rasa saling percaya, perlunya transformasi maanjemen pengetahuan, dan hilangnya kompetensi inti.
"Tanpa adanya manajemen portofolio talenta yang baik, dalam jangka panjang perusahaan dapat kehilangan core comptecy karena terlalu banyak pekerjaan yang di outsourchingkan kepada pekerja gig," kata Aurik.
Dikatakan Aurik, sistem kerja perekrutan dosen di perguruan tinggi masih banyak menggunakan PKWT. Universitas ingin menumbuhkan dirinya, namun terbatas keuangannya. Kelebihannya, peluang dosen-dosen untuk mengembangkan dirinya. Namun, dosen kekurangannya dosen tidak dapat berkarir dalam jabatan fungsional seperti asisten guru besar, guru besar.
"Keuntungan bagi dosen tersebut dapat mengembangkan dirinya dengan mengajar di berbagai universitas dengan berbagai bidang yang diminati," kata Aurik.
Menurut dia, gig workers di konteks dosen adalah suatu keharusan jika ingin menumbuhkan universitas.
Acara ini juga sekaligus memperkenalkan aplikasi online legal consultation (OLECO) yang bisa di download dan saat ini memberikan layanan hukum secara gratis.
Yanis
Baca Juga: Rumah-murah-Rp200-juta-dekat-gor-persib-GBLA dan Stasiun Kereta Cepat Tegalluar