Adisti Raih Doktor UI, Disertasi 'Terapi Sel Punca Hambat Proses Penuaan'

Promovendus dr. Adisti Dwijayanti M. Biomed FKUI saat presentasikan disertasinya secara virtual, Kamis, (12/8/2021) Foto: Humas UI


Jakarta, Beritainspiratif.com - Program studi Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menggelar sidang promosi doktor yang dilakukan secara virtual dengan promovendus dr. Adisti Dwijayanti M. Biomed. Judul disertasinya adalah “Efek Anti Penuaan Sel Punca Mesenklimal Korda Umbilikalis Manusia (SPM-KUM) Tinjauan Seluler, Biokimia, dan Organismal Pada Tikus Tua”.

Dikutip dari laman resmi UI, Sidang promosi dipimpin Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPDKGEH, MMB, FINASIM, FACP, didampingi oleh lima dewan penguji, yaitu Prof. dr. Mohamad Sadikin, DSc., Dr. Drs. Heri Wibowo, M.Biomed., dr. Radiana Dewayani A, MBiomed., Ph.D., dan Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS. Sementara itu, Adisti dalam membuat disertasinya dibimbing oleh Prof. dr. Franciscus D. Suyatna, Ph.D., Sp.FK. selaku promotor, Prof. Dr. dr. Siti Setiati, Sp.PD-KGer, MEpid, FINASIM. selaku ko-promotor 1, dan Prof. drh. Arief Boediono. PhD, PAVet(K) selaku ko-promotor 2.

Dalam presentasinya, Adisti menjelaskan tentang cara SPM-KUM mampu memperlambat efek penuaan dan kematian terhadap manusia. Sel Punca merupakan sel yang mampu memperbanyak diri sendiri dan mampu berdiferensiasi menjadi sel lain. Ia juga dapat bekerja melalui sekresi berbagai sitokin dan mampu berinteraksi dengan berbagai sistem imun. 

“Pemberian sel punca secara eksogen diyakini dapat mengatasi berbagai proses yang terjadi pada penuaan seperti deplesi sel punca dan inflamasi kronik,” ujar Adisti.

Baca Juga: BI Mengajar, Gubernur BI Kenalkan Ramuan Jamu Manis Dorong ke Milenial

Ia menambahkan, masih sedikit hasil uji klinis yang berfokus pada terapi sel punca, sehingga kinerja terapi ini belum dipahami sepenuhnya. Hal ini mengakibatkan belum diketahuinya cara penggunaan sel punca secara baik sebagai krim anti penuaan. Pada proses penuaan terjadi beberapa peristiwa seperti telomer yang memendek, fungsi motorik menurun, stres oksidatif yang meningkat, dan sitokin pro-inflamasi yang meningkat. Namun, mekanisme terjadinya indikator tersebut belum diketahui dengan jelas caranya.

Adisti meneliti efek dari pemberian sel punca mesenkimal terhadap indikator penuaan tersebut yang terjadi pada tikus betina dan jantan yang sudah tua. Ia menerapkan efek anti penuaan percobaan sel punca ini terhadap hewan uji coba tikus tua, dengan beberapa parameter klinis seperti stres oksidatif, inflamasi, hormon reproduksi, panjang telomer, serta ekspresi antibodi anti manusia pada jaringan hati dan ginjal. Hewan tikus yang digunakan adalah tikus Sprague-Dawley yang berusia sekitar dua tahun dimana kondisi jaringan tubuh tikus tersebut sama dengan jaringan tubuh manusia berusia 60 tahun. Tikus tersebut disuntikkan SPM-KUM sebanyak empat kali dengan jarak interval setiap tiga bulan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama satu tahun, promovendus mendapati tampilan fisik luar pada tikus tampak masih baik dimana tikus masih mampu berdiri, dan berjalan dengan baik, selain itu efek kelainan yang ditimbulkan juga minim. Tikus tersebut juga mengalami penundaan kematian hingga dua minggu lebih lambat dibanding tikus yang tidak disuntik (hewan kontrol).

Kesimpulan penelitian yang diambil oleh promovendus adalah SPM-KUM ternyata mampu menghambat proses penuaan. Penghambatan penuaan tersebut lebih efektif pada tikus betina dibandingkan dengan tikus jantan. Oleh karena itu, Penghambatan proses penuaan akibat pemberian SPM-KUM berasal dari efek parakrin yang kerjanya berkeliling di sekitar sel punca, bukan karena proses diferensiasi di jaringan.

Walaupun begitu, pihaknya tetap memberi saran agar dilakukan uji klinis yang lebih intensif pada manusia dengan pemeriksaan  biomarker  yang lebih lengkap untuk mengetahui efek penggunaan sel punca. Selain uji klinis yang intensif, diperlukan pula pengujian yang lebih intensif terhadap mekanisme bekerjanya efek parakrin tersebut.

“Agar penelitian sel punca ini dapat benar-benar bermanfaat, diperlukan uji klinis terhadap yang lebih detail dan lengkap terhadap efek dan mekanisme penggunaannya, sebelum dipergunakan secara luas di masyarakat,” ujar Adisti dalam sidang promosi doktor yang dilaksanakan pada akhir Juli 2021 lalu.

Yanis

Baca Juga: Rumah-murah-Rp200-juta-dekat-gor-persib-GBLA dan Stasiun Kereta Cepat Tegalluar

Berita Terkait