Studium Generale ITB: Produk Media Sosial Bukanlah Karya Jurnalistik

Foto: dok. ITB


Kota Bandung, Beritainspiratif.com - Kemajuan dunia sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat, dan teknologi menjadi salah satu faktor yang paling berperan dalam kemajuan dunia. 

Kemajuan yang terjadi menyediakan berbagai kemudahan untuk manusia dalam bentuk yang banyak berubah dari masa-masa sebelumnya. Salah satu bentuk sarana yang kini mulai berubah bentuk adalah penyebaran informasi.

Dahulu, mayoritas informasi disebarkan melalui berita yang berbentuk media cetak seperti koran. Namun, kini bentuk penyebaran informasi semakin beragam. Mulai dari artikel, video, hingga unggahan media sosial. 

Baca Juga: Pesan Minyak Goreng Murah Via Aplikasi Sapawarga Ketua RW, Begini Caranya!

Dampaknya, tidak sedikit media cetak yang gulung tikar. Apakah ini pertanda media cetak sedang berjalan menuju pemberhentian terakhir alias memasuki masa senja? Apakah kini pers telah tergantikan oleh media sosial? 

Dikutip situs resmi ITB, Direktur Pemberitaan Media Indonesia, Gaudensius Suhardi menjelaskan kepada mahasiswa pada pertemuan mata kuliah KU4078 - Studium Generale di hari Rabu (6/4/2022) terkait eksistensi media cetak pada era teknologi digital dan masa pandemi ini, di saat dunia telah dipenuhi oleh sarana informasi digital dan elektronik. 

Baca Juga: Plt. Wali Kota Apresiasi LDII Kota Bandung Tebar Santunan ke Duafa dan Anak Yatim

Beberapa hal yang paling sering dipertanyakan dan dibahas tentang media adalah, apakah media sosial termasuk pers? dan apakah media sosial dapat menggantikan peran pers? 

Gaudensius menegaskan bahwa produk media sosial bukanlah karya jurnalistik. 

“Terlepas dari kanal resmi media cetak atau media elektronik yang ada di sosial media, produk media sosial bukanlah karya jurnalistik,” tegas Gaudensius. 

Dasar hukum yang mengikat jurnalistik dan media sosial juga berbeda. Karya jurnalistik tunduk pada Undang Undang Pers dan dapat digugat melalui gugatan hukum melalui dewan pers jikalau terdapat masalah. Sementara itu, konten media sosial memiliki dasar hukum putusan MK No.39/PUU-XVIII/2020 dan juga UU ITE. 

Gaudensius juga menegaskan bahwa media sosial tidak dapat menggantikan pers. Selain perbedaan dasar hukum yang melindunginya, proses penciptaan karya jurnalistik juga berbeda dengan penciptaan karya di media sosial. 

Elemen pertama dari sembilan elemen jurnalisme Kovach adalah media harus berpihak pada kebenaran dan hanya kebenaran. 

“Hal ini memiliki makna bahwa pers dituntut mewartakan kebenaran karena berita yang dipublikasikan oleh pers punya relevansi tinggi dalam pengambilan keputusan. Terlebih lagi, pers juga memberi pengaruh pada kondisi ekonomi hingga politik negara,” jelasnya. 

Maka dari itu, menurutnya, hal yang perlu dikembangkan dan dilakukan oleh pelaku industri pers adalah beradaptasi dengan zaman yang serba digital ini. Zaman yang dipenuhi berbagai pilihan dalam hidup, tak terkecuali penyebaran informasi. 

Dengan beradaptasi, berinovasi, dan meningkatkan kreativitas serta efisiensi, pers dapat bertahan dan berkembang dengan lebih kuat dan cepat di era digital ini.

(Ida)

Berita Terkait