- Pemilu & Pilkada
- 22 Nov 2024
Bandung, Beritainspiratif.com - Pemerintah Provinsi Jawa Barat melanjutkan pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Lulut Nambo, yang sempat terhenti.
Dilanjutkannya proyek strategis ini, diumumkan langsung Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, setelah memilih mitra baru yang berasal dari Jerman yakni Euwelle Environmental Technology (EET).
Sebelumnya sejak 2017 pembangunan TPPAS Lulut Nambo ini dilakukan konsorsium Panghegar Energy Indonesia, yang membentuk perusahaan khusus (special purpose company) bersama PT Jasa Sarana, yaitu PT Jabar Bersih Lestari (JBL).
Baca Juga: Polda Jabar Berlakukan Tilang Elektronik di Bandung, Inilah 21 Titik Lokasinya
Namun, karena adanya kendala biaya serta teknologi yang tidak tepat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun akhirnya memilih EET. "Ini adalah arahan saya, memberhentikan investor terdahulu," kata Emil dalam acara Jabar Punya Informasi (Japri) secara virtual di Gedung Pakuan, Bandung, Selasa (23/3/2021).
Emil memastikan pemilihan investor baru ini berdasarkan kajian matang, terutama dengan mempertimbangkan teknologi yang akan digunakan.
"Kita memilih lebih teliti. Jangan terbuai oleh hal luar biasa, ternyata enggak ada uang, teknologi ngaco, dan lain-lain," katanya.
Dengan investor baru ini, Emil berharap TPPAS Lulut Nambo bisa segera beroperasi, dengan menerapkan teknologi yang tepat yakni Maximum Yield Technology (MYT).
MYT ini dapat mengekstraksi potensi energi maksimum dari sampah rumah tangga, dengan kombinasi teknologi pengolahan inovatif yaitu mechanical separation dan biological drying yang menghasilkan RDF, kompos dan biogas.
"Kami akan melihat komitmen pengerjaan. Jika sukses, ini akan ada lagi. Kita butuh 3-4 proyek yang sama, sehingga Jawa Barat dikenal sebagai provinsi ramah lingkungan. Tak ada sampah yang tak didaur ulang. Semua kita bereskan dan bernilai uang," katanya seraya menyontohkan pihaknya akan menyiapkan pembangunan TPPAS di Karawang, Purwakarta, Cirebon, Indramayu, Kuningan, dan Majalengka.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat Prima Mayaningtias mengatakan, pembangunan TPPAS Lulut Nambo ini dilakukan sejak 2017 dengan mekanisme kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU).
Saat itu lelangnya dimenangkan konsorsium Panghegar Energy Indonesia yang membentuk perusahaan khusus (special purpose company) bersama PT Jasa Sarana, yaitu PT Jabar Bersih Lestari (JBL).
Namun, dalam perjalanannya PT JBL gagal memenuhi target operasional (commercial operation date) pada Juni 2020, akibat terkendala biaya.
"Tapi kami terus berkomitmen untuk membantu permasalahan pengelolaan sampah di Wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok serta Kota Tangerang Selatan. Makanya terus membangun TPPAS Regional Lulut Nambo," katanya.
Dengan dilanjutkannya pembangunan tersebut, menurutnya kini PT JBL melanjutkan pembangunan TPPAS Regional Lulut Nambo dengan mengubah struktur kepemilikan, sehingga PT Jasa Sarana menjadi pemegang saham pengendali (mayoritas).
Setelah menjadi pemegang saham mayoritas, BUMD tersebut mencari mitra strategis untuk berkerjasama dalam melanjutkan pembangunan dan pengelolaan proyek strategis itu.
"Dipilihlah mitra asal negara Jerman yaitu Euwelle Environmental Technology (EET). Dengan total investasi USD 133,3 juta," katanya.
Menurutnya, pemilihan EET berdasarkan sejumlah penilaian, salah satunya terkait teknologi yang digunakan. Perusahaan Jerman itu dianggap sudah menerapkan Maximum Yield Technology (MYT) di beberapa negara Asia Tenggara seperti Vietnam dan Thailand.
Teknologi MYT ini dianggap tepat karena sesuai dengan rencana pengolahan sampah menjadi RDF (refuse derived fuel), yakni bahan bakar alternatif pengganti batu bara yang sesuai dengan kontrak jual beli yang telah dilakukan bersama PT. Indocement.
"Jadi perusahaan Jerman ini sudah berpengalaman. Selain itu pemilihan mitra ini juga melalui proses bisnis (corporate action) yang transparan dan melibatkan seluruh stakeholder di Pemerintah Provinsi Jawa Barat, serta melibatkan tenaga ahli teknis maupun manajemen," katanya.
Disinggung pembiayaan pembangunan TPPAS Lulut Nambo, menurutnya bersumber dari sejumlah mitra pendanaan seperti PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF), PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), dan bank bjb. Adapun sumber pendapatan (revenue) antara lain berasal dari tipping fee yang akan dibayarkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dari hasil penjualan RDF dan hasil pengolahan lainnya.
Menurutnya, untuk besaran tipping fee yang akan dibebankan ke kabupaten/kota, sebesar Rp125 ribu per ton. "Kontruksi TPPAS Regional Lulut Nambo akan dilanjutkan kembali pada pertengahan tahun 2021 dan diharapkan tahap pertama akan beroperasi pada akhir tahun 2021 dan secara optimal tahun 2022," katanya.
Sementara, itu perwakilan EET memastikan pihaknya akan komitmen dalam membangun TPPAS. Terlebih, hal ini bukan yang pertama karena sudah dilakukannya di sejumlah negara lain seperti Thailand dan Vietnam yang memiliki karakteristik yang sama dengan Indonesia.
Perusahaan asal Jerman ini sudah menyusun rencana kerja yang akan dilakukan. Nantinya pun akan dilakukan pembahasan bersama pemerintah kabupaten/kota dengan PT Indocement selaku pembeli RDF.
Dengan begitu, mereka berkomitmen untuk mengerjakan proyek ini, sehingga optimistis sudah bisa dioperasikan pada akhir 2021.
(Ida)
Baca Juga: Rumah-murah-Rp200-juta-dekat-gor-persib-GBLA dan Stasiun Kereta Cepat Tegalluar