- Ragam
- 30 Oct 2024
BERITAINSPIRATIF.COM - Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti memberikan penjelasan sehubungan dengan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022.
Ia mengatakan, Inpres Nomor 1 Tahun 2022 mengamanatkan kepada 30 Kementerian/Lembaga termasuk Gubernur, Bupati, Walikota untuk mengambil langkah-langkah strategis yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan optimalisasi pelaksanaan Program JKN-KIS.
"Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah berkomitmen memastikan seluruh lapisan masyarakat terlindungi jaminan kesehatan. Oleh sebab itu, pemerintah menginstruksikan 30 kementerian/lembaga tersebut untuk mensyaratkan JKN-KIS dalam berbagai keperluan. Sekali lagi, bukan untuk mempersulit, melainkan untuk memberikan kepastian perlindungan jaminan kesehatan bagi masyarakat," katanya, Senin (21/02/2022).
Baca Juga: 7 Daerah Masuk Level 4: Daftar Terbaru PPKM Jawa-Bali Hingga 7 Maret 2022
Dosen Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (FISIP UNAIR), Dr Bintoro Wardiyanto Drs MSi menyebut bahwa aturan tersebut sebenarnya memiliki tujuan yang bagus dan inovatif. Hal itu dianggap mampu mendorong seluruh masyarakat untuk mendapatkan akses JKN. Namun caranya kurang bijaksana,” tutur Dr Bintoro dikutip dari Laman Unair News, Selasa (1/3/2022).
Ahli Kebijakan dan Administrasi Publik tersebut menganggap wajar berbagai keresahan dan kritikan masyarakat. “Karena secara logika tidak ada hubungan antara jual-beli tanah dan bangunan dengan kesehatan. Terutama mengenai kepesertaan atau keanggotaan BPJS ini,” jelasnya.
Menurut Dr Bintoro, kebijakan itu terkesan dijadikan “obat mujarab” bagi persoalan JKN selama ini. “Karena pada Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), semua WNI diwajibkan menjadi bagian dari peserta BPJS. Pada tahun 2024, ditargetkan ada 98% warga sudah turut melaksanakan undang-undang tersebut,” papar Dr Bintoro.
Baca Juga: Sedekah di Hari Jum'at Memiliki Banyak Keutamaan dan Keberkahan
Saat ini peserta BPJS mencapai 265 juta. Masih ada 35 juta masyarakat yang belum memiliki keanggotaan BPJS. “Guna mengatasi hal itu, BPJS mencontoh kesuksesan aplikasi Peduli Lindungi yang pada akhirnya dipakai oleh mayoritas masyarakat,” imbuh Dr Bintoro.
Administrasi Lain dengan BPJS
Selain mengenai jual-beli tanah dan bangunan, terdapat beberapa proses layanan administrasi lain yang melibatkan kepesertaan BPJS Kesehatan. Yakni 1) layanan SIM, STNK, dan SKCK; 2) umroh dan naik haji; 3) penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR); 4) petani yang mendapatkan hibah kementerian; 4) nelayan yang mendapat hibah kementerian; serta sejumlah perizinan administrasi lainnya.
Di antara beberapa layanan administrasi tersebut, memang mengenai jual-beli tanah dan bangunan yang paling ramai diperbincangkan. Beragam reaksi kemudian timbul di kalangan masyarakat.
“Kepengurusan SIM dan STNK akan lebih sesuai. Keduanya memiliki kaitan yang erat dengan kesehatan, karena menyangkut keselamatan dan kecelakaan jalan,” terang Dr Bintoro.
BPJS Harus Berbenah
Berangkat dari persoalan kurangnya peserta tersebut, Dr Bintoro mengatakan bahwa BPJS perlu berbenah. “Pertama, harus mampu memberi penjelasan atau sosialisasi kepada semua warga mengenai manfaat BPJS kesehatan di kemudian hari,” beber Dr Bintoro.
Selain itu, Dr Bintoro juga menyampaikan bahwa BPJS harus mempermudah layanan klaim. “Tentunya dengan proses yang cepat dan mudah,” imbuhnya.
BPJS juga dapat bekerja sama dengan pihak ketiga. Hal itu semata untuk memperbaiki kualitas layanan. Selain itu melalui cara tersebut, masyarakat akan lebih yakin dan percaya bahwa BPJS akan memberi keuntungan bagi dirinya dan keluarganya.
“Cara-cara tersebut akan meningkatkan akses keanggotaan BPJS. Mereka akan tergabung dalam BPJS bukan karena keterpaksaan. Melainkan memang menyadari bahwa BPJS sangat berguna bagi dirinya, keluarganya, dan masyarakat,” jelas Dr Bintoro.
(Yanis)
Baca Juga: